Itu Pribadi, Bu

Hari ini sungguh panas, ingin rasanya segera pulang dan beristirahat di rumah. Tinggal setengah jam lagi aku akan pulang dari kegiatan belajarku di sekolah. Tapi sebelum itu, aku harus melewati pelajaran kesenian dari guru killer di sekolahku.

Hari ini Ibu Hot menyuruh kami untuk bernyanyi lagu wajib bangsa Indonesia. Satu persatu murid-murid di kelasku maju ke depan dan menyanyikan lagu yang mereka bisa hingga akhirnya namaku di panggil ke depan.

Aku maju lalu menyanyikan lagu Garuda Pancasila di depan teman sekelasku.

Garuda pancasila
Akulah pendukungmu
Patriot proklamasi
Sedia berkorban untukmu
Pancasila dasar negara
Rakyat adil makmur sentosa
Pribadi bangsaku

Brakk


Terdengar suara meja yang dipukul dari meja guru yang membuatku berhenti bernyanyi.

“Kau itu, kalau nyanyi yang benar. Salah kau punya lirik itu.”

“Ulangi lagi!” perintah guruku itu.

Aku tak tahu apa yang salah dari lirik yang aku nyanyikan, tapi karena takut akhirnya aku bernyanyi lagi dari awal. Saat aku bernyanyi setelah sampai di larik pribadi bangsaku, guruku itu langsung memukul kakiku dengan mistar kayu panjang yang ada di meja.

“Masih saja salah kau. Itu pribadi bukan pribabi.”




Aku terkejut dengan ucapan guruku itu, kapan aku bilang pribabi? Perasaan aku sudah menyanyi dengan benar.

“Kau mau jadi babi,hah?” teriaknya padaku yang masih bingung.

“Tapi bu, aku kan sudah nyebut gitu.”

“Kau pikir aku tuli. Sekarang duduk sana gak usah kau menyanyi lagi.”

Setelah dimarahinya, akupun duduk ke kursiku lagi dengan perasaan bingung, kesal dan tak tahu apa-apa. Semua teman sekelas yang melihatku hanya tertawa saat aku berjalan ke tempat duduku.

Setelah itu ibu Hot kembali melanjutkan pelajaran dengan memanggil murid lain sesuai abjad di absensi siswa. Sedangkan aku hanya duduk terdiam sambil menunggu bel pelajaran berbunyi agar aku bisa segera pulang ke rumah.

Palembang, 19 agustus 2014