Cinta Separuh Hidup

Author: Ara
Genre: Romance, Drama, Supranatural


fiksi.kompasiana.com
Di sebuah bukit kecil yang sedang diguyur oleh hujan. Seorang gadis berpayung hitam berjalan pelan di sana, pakaiannya sedikit basah begitu juga dengan sepatuya. Namun tidak begitu dia pedulikan, dia hanya diam dengan ekspresi murung pada wajahnya.

Dia berjalan hingga sampai pada sebuah pertigaan jalan setelah turunan dari bukit. Berjalan dengan lamunan, dia melewati jalanan tanpa memperhatikan keadaan di sekitarnya.

“AWAS!!!”

Suara itu menggema dengan keras di tengah  guyuran hujan hingga memecahkan lamunan dari sang gadis. Dia baru menyadari, dua buah cahaya terang bergerak dengan sangat cepat siap untuk menghantam tubuhnya. Wajahnya penuh ketakutan, dia tak mampu menggerakan kaki saat dua cahaya itu makin mendekatinya.

Saat itu lah dia merasakan sesuatu yang merangkul tubuhnya lalu mendorongnya menjauhi dua buah cahaya itu.


TIN....



Suara itu berbunyi keras bersamaan dengan sebuah truk besar yang melintas cepat di jalan tempat dia berdiri sebelumnya. Dia baru saja selamat dari maut, seseorang menyelamatkan hidupnya.

Dia masih terdiam karena tak percaya pada  kejadian yang baru saja dia alami. Sampai sebuah tangan mengadah tepat di depan wajahnya. .

“Kau tidak apa-apa?”

Dia melihat ke arah orang yang menyodorkan tangan itu, seorang laki-laki yang seumuran dengannya tepat  berdiri dihadapannya. Anak laki-laki yang telah menyelamatkannya dari kecelakaan yang pasti akan menyebabkan kematian.

Laki-laki itu memiliki mata layaknya batu ruby yang khas dengan warna merah menyala. Rambutnya hitam, wajahnya tampan namun dia memiliki kulit sedikit pucat.

Gadis itu menyambut tangan tersebut sambil mencoba berdiri dari posisinya yang terduduk di trotoar.  Dia menatap pada mata anak laki-laki tersebut, “terimakasih karena sudah menyelamatkanku.”

“Tidak, akulah yang harus berterimakasih padamu.”

“Emm... apa maksud perkataanmu barusan?”

“Ti... tidak, bukan apa-apa kok,” ucap anak laki-laki itusambil tersenyum.

Gadis itu sudah berdiri, seluruh pakaiannya basah karena terjatuh sebelumnya. Anak laki-laki itu kemudian memberikan payung milik gadis itu yang telah dia ambil dari trotoar.

“Ka... kau sebaiknya hati-hati! Di sini memang sering terjadi kecelakaan,” nasihatnya pada gadis itu.

“Maaf, sebelumnya aku melamun.”

“Ya, lain kali kau harus berhati-hati! Agar kejadian tadi tidak terulang,” serunya pada gadis itu.

“Terimakasih, aku akan lebih berhati-hati sekarang,” ucap gadis itu sambil membungkuk.

Setelah membungkuk, gadis itu beranjak pergi meninggalkan si anak laki-laki. Karena khawatir, si anak laki-laki itu berjalan menyusul si gadisa untuk berjalan bersama. Meskipun dia kehujanan, laki-laki itu  mencoba bicara pada si gadis..

“Emm, kau baru saja dari makam ibumu, kan? Kenapa kau sendiri? Biasanya kau bersama ayahmu.” Tanya anak laki-laki itu padanya.

“Ayahku sedang sibuk, jadi aku memutuskan untuk pergi sendiri," jawab gadis itu dengan santai. "Ehh... tunggu! Bagaimana kau tahu hal itu?” gadis itu balik bertanya karena penasaran.

“Ah... aku sering melihatmu di sini bersama dengan ayahmu, karena itulah aku mengetahuinya,” jawab anak laki-laki itu dengan gugup dan terbata-bata.

 “Hehh...,” ucap gadis itu yang melihat tingkah aneh dari anak laki-laki tersebut. Dia menunjukan wajah yang seakan-akan mencurigai si anak laki-laki.

“Kau jangan khawatir! Aku bukan stalker atau semacamnya. Kebetelan aku tinggal di sekitar sini, jadi sering melihat orang yang berkunjung di areal pemakaman itu.” tunjuknya mengarah ke atas bukit.

“Oh, jadi kau tinggal di sini.”

“Ya, begitulah. Hehehe...Em, aku Arthur, siapa namamu?’

“Aku Lisa, Lisa Angelic.”

Mereka berjalan cukup jauh dari tempat Lisa yang hampir tertabrak sebelumnya. Saat ini mereka sedang berjalan mendekati sebuah halte bus yang di sana sudah ada beberapa orang yang menunggu. Hujan sudah sedikit mereda selama mereka berdua berjalan.

“Kalau begitu aku pergi dulu,hati-hatilah dalam perjalanan."

Setelah mengucapkan itu, Arthur kemudian pergi meninggalkan Lisa. Lisa sendiri kemudian berjalan ke halte dengan basah kuyup lalu langsung duduk di kursi. Dia menunggu bus bersama dengan beberapa orang lainnya.

“Arthur, dimana aku pernah melihat nama itu.”

Tak lama kemudian, sebuah bus berhenti tepat di depan halte tersebut. Lisa dan orang-orang lainnya langsung masuk ke dalam bus tersebut. Kemudian bus berangkat meninggalkan halte dan juga berjalan melewati pertigaan tempat Lisa dan Arthur bertemu sebelumnya.



Hari setelahnya

Ramai murid di lapangan dan juga pintu gerbang berjalan untuk masuk ke sekolah mereka. Satu persatu siswa siswi berdatangan ke tempat mereka biasanya menghabiskan waktu seharian untuk belajar. Bersama teman atau pun sendiri, wajah mereka semua terlihat bahagia saat pagi hari ini. walau tak semuanya memasang wajah yang seperti itu.

Saat ini di ruang loker para murid, seorang siswi sedang melepas sepatunya di sana. Dia berambut putih dengan mata biru serta syal merah khas yang selalu melingkar pada lehernya. Lisa, itu lah namanya, gadis cantik yang memiliki senyum yang menawan.

Sesaat kemudian muncul gadis lain di sana lalu menyapanya. Seorang gadis bermata hijau dengan rambut hitam indah dengan tampilan yang akan membuat semua pria meliriknya.

“Selamat pagi Lisa!”

Lisa berbalik melirik ke sampingnya, melihat ke arah gadis yang datang itu.

“Karin, selamat pagi!”

“Hehehe, ayo ke kelas bersama-sama.”

“Oh, tunggu sebentar!”

Lisa menaruh sepatu yang baru saja dilepas ke dalam loker miliknya. Setelah itu kemudian dia berjalan bersama dengan temannya itu - Karin. Wajah keduanya tampak sumringah dan bahagia dengan senyum yang manis.

“Lisa, apa kau sudah menyelesaikan PR-mu? Aku ingin melihatnya.”

“Emm, PR?”

“Iya, PR. Bolehkan aku melihat PR milikmu?”

“Ah...!” Lisa berhenti berjalan setelah dia berpikir sejenak tentang PR yang disebutkan oleh Karin.

“Ada apa? Apa kau tak memperbolehkanku?”

“Tidak, bukan seperti itu. Tapi, sepertinya aku lupa mengerjakannya.”

“Hah!? Apa yang kau katakan? Kau tak bercandakan, Lisa.”

“Seperti yang kubilang, aku lupa.”

“Yang benar saja, ayo cepat kita ke kelas sebelum ada guru. Kita lihat milik Ivan saja.”

Karin memegang tangan Lisa lalu menariknya dan berlari dengan cepat menuju kelas. Lisa yang ditariknya itu tak bisa menghindar ataupun melepas tangannya. Hanya mengikuti langkah kaki karin yang membawanya lari di sepanjang lorong sekolah.

“Tunggu Karin, pelan-pelan saja!”

“Tidak mungkin Lisa! Kita harus cepat sebelum bel pelajaran berbunyi, aku tak mau dimarahi oleh guru pagi-pagi begini.”

“Kalau tak mau dimarahi, seharusnya kau mengerjakannya di rumah.”

“Bukankah kau juga sama, sudahlah ayo cepat kita ke kelas.”

“Ah..umm...tapi.”

Karin menariknya lagi untuk melangkah lebih cepat. Setelah melewati beberapa kelas, akhirnya mereka sampai di kelas mereka berdua. Sebuah kelas dengan papan yang bertuliskan 1-C di dekat pintu masuknya itu. Dengan sigap, Karin membuka pintu geser itu lalu meneriakan nama temannya.

“IVAN!”

Suara itu lantang terdengar di seisi kelas hingga membuat murid di sana menoleh ke arahnya. Seorang lelaki yang duduk di tengah, di deretan bangku nomor 3 dari arah pintu masuk terlihat yang paling kesal dari semuanya.

Karin langsung masuk ke kelas dan mendekati lelaki tersebut. Dia lelaki yang memiliki rambut hitam pendek yang tampak keren dengan warna matanya yang bewarna kecoklatan. Setelah mendekati lelaki tersebut, Karin segera menempelkan tangannya dan juga menunduk tanda memohon.

“Ivan, ijinkan aku melihat PR-mu. kumohon!”

“Kau membuat keributan pagi-pagi dan sekarang meminta PR padaku. Apa kau tak menyesali perbuatanmu sebelumnya.”

“Ah, maaf-maaf! Tapi aku terburu-buru, tak ada waktu lagi karena sudah hampir bel pertama.”

“Hah, kau ini. baiklah aku perlihatkan tapi jangan lagi memanggil namaku dengan berteriak seperti tadi.”

“Ahaha, terimakasih! Kau memang penyelamatku. Ayo Lisa segera kita kerjakan!”

“O....umm.”

“Ah..,tunggu-tunggu! Lisa, kau juga tak mengerjakan PR-mu?”

“Sepertinya aku lupa tentang hal itu.”

“Iya, sepertinya Lisa lupa dengan PR itu. sudahlah, ayo Lisa kita salin milik Ivan ini.”

Mereka berdua kemudian menyalin PR yang ada pada buku Ivan di dalam kelas tersebut. Sementara Ivan hanya melihat mereka berdua yang sedang sibuk itu. Teman mereka yang lainnya juga sedang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.

“Lisa, tak biasanya kau seperti ini. biasanya kau tak pernah lupa mengerjakan tugasmu,” ucap Ivan yang penasaran dengan Lisa.

“Benar juga, ini pertama kalinya kau seperti ini, Lisa,” sambung Karin membenarkan ucapan Ivan.

“Ah...aku sepertinya kelelahan kemarin sepulang dari makam ibuku. Aku langsung tertidur saat di rumah mungkin karena itulah.”

Setelah mendengar jawaban dari Lisa itu, mereka melanjutkan lagi kegiatannya hingga akhirnya bel pelajaran pertama berbunyi. Semua siswa yang ada di kelas kembali ke bangkunya masing-masing termasuk juga Lisa dan Karin yang sudah menyelesaikan PR mereka.

Tak berapa lama kemudian seorang wanita paruh baya masuk ke dalam kelas tersebut.

“Selamat pagi anak-anak!”

“Pagi, bu.”

“Ibu akan segera memulai pelajaran hari ini tapi sebelum itu ibu mau mengenalkan seorang teman baru di kelas ini.”

“Teman baru, apa ada murid pindahan?”

“Entahlah, tapi tidak ada kabar sebelumnya.”

“Teman baru, apa dia cewek atau seorang cowok.”

Suara ribut dari murid-murid di sana menanyakan tentang teman baru di kelas mereka. tak terkecuali Karin juga ikut berbisik pada Ivan yang duduk di depannya. Meskipun Ivan tak begitu menghiraukannya.

“Baiklah ibu akan mengenalkannya. Emm, silahkan masuk.”

Pintu kelas itu bergeser lalu masuklah seorang laki-laki dengan warna mata merah dan wajah sedikit pucat. Rambutnya hitam dengan tampilan keren, serta dengan senyuman menyapa semua murid yang ada di dalam kelas tersebut.

“Silahkan perkenalkan dirimu pada semua yang ada di sini!” seru guru tersebut padanya.

“Aku Arthur Ryuuki, salam kenal.”

Setelah perkenalan itu, Arthur dipersilahkan duduk oleh guru itu ke bangku kosong yang ada pada barisan kursi no tiga. Dia segera berjalan mendekati tempat duduknya, lalu berhenti di samping tempat duduk Lisa. Karin yang duduk di sebelahnya hanya melihat ke arah Arthur begitu pula Ivan.

“Aku senang kita bisa bertemu lagi, Lisa,” ucap Arthur pada Lisa yang tampak melamun melihatnya.

Setelah itu dia berjalan ke arah bangkunya lalu kemudian duduk di sana. Karin yang mendengar ucapan itu segera bertanya pada Lisa yang duduk di sampingnya.

“Lisa, apa kau sudah mengenalnya?”

“Tidak, ini pertama kali aku bertemu dengannya.”



Dua minggu kemudian

Arthur datang ke sekolah sebagai murid pindahan, dan semenjak itu sudah cukup banyak siswa yang mendekatinya. Selama dua minggu dia sudah melakukan banyak aktifitas bersama teman sekelasnya yang membuatnya semakin akrab. Tetapi walau begitu, dari sekian banyak siswa yang akrab dengannya, Arthur lebih memilih untuk mendekat dan mengakrabkan diri dengan Lisa. Jadi hampir setiap hari dia selalu menyapa Lisa walau tak begitu dapat tanggapan yang hangat.

Tapi semua itu sudah berlalu, setelah dua minggu berusaha mendekati Lisa akhirnya mereka jadi teman. Lisa yag awalnya mengatakan tak mengenal Arthur dan bilang tak pernah bertemu, kini sudah mulai mengingat hal tersebut. Selain dengan Lisa, Arthur juga sudah akrab dengan Karin dan juga Ivan yang merupakan teman Lisa sejak kecil.

“Arthur, kami mau ke kantin sekarang. Apa kau mau ikut?” tanya Karin pada Arthur yang sedang melamun di mejanya.

“Iya, tunggu sebentar.”

Setelah membereskan bukunya, mereka keluar kelas bersama lalu menuju kantin sekolah yang tak begitu jauh dari kelas mereka. saat sampai, mereka berpisah untuk mencari makanan yang akan mereka beli.

Kemudian mereka bertemu lagi pada meja kantin yang sudah di tempati oleh Arthur yang sedang mengigit roti pada mulutnya.

“Arthur, apa kau tak membeli makanan lain?” tanya Karin yang langsung duduk di hadapan Arthur.

“Tidak, ini saja sudah cukup.” Tunjuk Arthut pada roti yang sedang dia gigit.

“Kau harusnya makan makanan yang bergizi, lihat wajahmu yang pucat itu. perbanyaklah makan sayuran.” Karin menoleh ke arah lisa lalu menarik kursi yang ada di sampingnya, “Lisa, ayo duduk di sini saja.”

“Ah, uhmm,” jawab lisa yang kemudian duduk pada kursi tersebut.

Mereka bertiga makan pada meja tersebut, sesekali Karin terlihat bercanda dengan Lisa tapi meski begitu, Lisa terlihat sangat gugup. Arthur yang memperhatikan hal itu memutuskan untuk bertanya padanya.

“Lisa, apa terjadi sesuatu padamu? Kau terlihat gugup sejak tadi?

“Tidak, tidak ada apa-apa.”

“Hah,  lIsa lebih baik kau katakan saja, atau kau mau aku yang mengatakannya pada Arthur,” sahut Karin yang ikut masuk ke dalam pembicaraan.

“Tidak... biar aku saja,” ucap Lisa secara spontan.

“Memangnya ada apa? Apa yang mau kau katakan Lisa?” tanya Arthur yang penasaran.

“A... aku mau minta maaf atas kejadian waktu itu. Aku juga mau minta maaf karena tak mengenalimu sebelumnya, aku benar-benar lupa dengan kejadiaan saat di pemakaman.”

“Oh, tak perlu dipikirkan seperti itu, aku tak terlalu mempermasalahkannya.”

“Tapi itu masalah untuk kami, Arthur. Saat kau terus mendekati Lisa, kami kira kau seorang stalker mesum. Kau bahkan sempat berkelahi dengan Ivan karena hal itu,” ucap karin memotong pembicaraan Arthur.

“Memangnya ada apa denganku?” Ivan muncul tiba-tiba di samping Karin sambil menatap mereka semua.

“Kami membicarakan kejadian beberapa hari sebelumnya. Lisa sedikit menyesal karena baru mengingat bahwa dia kenal dengan Arthur,” jawab Karin pada pertanyaan Ivan.

“Ah, aku juga minta maaf soal itu. aku terlalu emosi karena Lisa tampak tertekan saat terus didekati,” ucap Ivan pada Arthur sambil duduk mengambil kursi yang ada di dekat meja mereka.

“Sudah, aku tak mempermasalahkannya lagi. Itu juga salahku yang terlihat mencurigakan kerena mendekati Lisa setiap hari. Harusnya aku bertindak lebih baik saat itu.”

“Tap karena aku tak mengingatmu, makanya aku sedikit takut. Jadi itu salahku,” sahut Lisa sambil menundukan keplanya.

“Nah-nah, anggap saja itu salah kita semua. Lebih baik sekarang kita makan sebelum jam makan siang berakhir!” seru Karin pada teman-temannya itu.

Mereka kemudian melanjutkan makan mereka, Ivan pergi membeli mie cup yang kemudian duduk lagi di meja itu. Arthur sendiri hanya menikmati roti yang sudah hampir habis dengan jus kotak di tangannya.

Karin dan Lisa juga memakan mie cup tapi cukup berbeda dengn Ivan, rasa yang mereka beli sama sekali berbeda. Dalam suasana itu mereka masih saling bicara tentang tugas ataupun kegiatan yang akan mereka lakukan setelah plang sekolah. Karin sendiri menjadi mood booster yang terus membuat pembicaraan mereka tak terlalu membosankan.

“Ngomong-ngomong Lisa, aku sedikit penasaran. Bagaimana mungkin kau melupakan Arthur yang sudah menyelamatkan nyawamu dari kecelakaan?” Tanya Karin memulai pembicaraan baru.

“Lebih baik kita maka sekarang, sebentar lagi bel akan berbunyi. Soal itu bisa kita tanyakan besok,” kata Ivan sambil melihat ke arah Karin.

“Aku hanya penasaran, bukankah kau juga penasaran Ivan. Belakangan ini juga Lisa sering sekali melupakan sesuatu. PR-nya, buku, tas, kaos kaki, sepatu dan bahkan dia melupakan tempat praktikum kimia.” Karin kemudian melihat ke arah Arthur, “kau juga penasarankan, Arthur?”

“Ya, aku juga penasaran. Tapi lebih baik nanti saja menanyakannya,” balas Arthur.

“Itu memang tak biasa Lisa terlihat begitu ceroboh, tapi mungkin dia hanya kelelahan,” ucap Ivan sambil melirik Lisa.

“Aku juga tak tahu alasan aku sering lupa akan sesuatu. Mungkin saja aku sedikit kelelahan, jadi aku sudah memeriksanya ke dokter bersama ayahku. Soal Arthur, aku ingat soal kecelakaan tapi tak begitu ingat bahwa yang menyelamatkan aku adalah Arthur,” ucap Lisa menghilangkan rasa penasaran teman-temannya.

Setelah mendengar ucapan Lisa, bel pelajaran yang mengakhiri jam makan siang berbunyi di seluruh kantin. Semua murid kemudian bergerak menuju kelasnya masinh-masing termasuk Lisa, Arthur, Ivan dan Karin.


Beberapa hari kemudian, pada hari kamis seluruh murid di kelas 1C sedang mengganti pakaian mereka untuk pelajaran olahraga. Para siswa dilatih pada lapangan utama dengan permainan bisball, sementara para siswi dilatih dengan lompat jauh pada bagian lain dari lapangan.

Awalnya semua berjalan lancar, namun beberapa saat sebelum pelajaran itu berakhir terjadi seuatu yang membuat kegaduhan. Semua siswi yang sedang berlatih, mengerumuni seorang siswi lain yang jatuh pingsan di tegah lapangan.

Guru yang membibing mereka mendekat untuk mengetahui apa yang terjadi.

“Apa yang terjadi?” tanya sang guru.

“Lisa tiba-tiba pingsan pak.” Jawab beberapa siswi yang ditemuinya.

Guru itupun mendekat ke arah Lisa lalu memeriksa. Tak lama kemudian guru itu pun bicara pada murid-muridnya.

“Dia tidak apa-apa, hanya kelelahan saja. Kalian sebaiknya ganti pakaian karena pelajaran akan segera berakhir, dan bisa salah satu dari kalian menemaniku untuk membawanya ke UKS?” ucap guru tersebut.

“Saya akan membantu, pak.” Ivan maju menghadap guru itu.

“Baiklah, tolong angkat dia. Kalian semua kembalilah ke kelas!” perintah guru itu lagi.

Pelajaran olahraga itu diakhiri dengan kejadian buruk, beberapa siswa terlihat khawatir termasuk Karin dan juga Arthur. Semuanya kembali ke kelas mereka, hanya Ivan dan Lisa saja yang belum kembali. Beberapa pelajaran terlewati namun mereka berdua belum kembali, kelihatannya Lisa masih belum sadarkan diri hingga Ivan masih terus menjaganya di UKS.

Teett...

Bel yang menandakan jam makan siang berbunyi, namun Ivan dan Lisa masih belum kembali. Karin yang khawatir memutuskan untuk menjenguknya ke UKS.

“Ayo Arthur, kita lihat keadaan Lisa,” pinta Karin sambil menarik tangan Arthur.

“Iya-iya, tapi jangan tarik tanganku seperti itu.”

“Ahh, maaf.”

Mereka berdua lalu menuju ke UKS bersama untuk melihat keadaan Lisa. Diperjalanan, di koridor sekolah, mereka malah bertemu dengan Ivan yang sedang berjalan menuju kelas. Dengan semangat, Karin langsung mendekatinya dan bertanya.

“Ivan, bagaimana keadaan Lisa sekarang?”

“Dia baik-baik saja dan sudah sadar. Tapi sepertinya dia harus pulang hari ini karena itulah aku mau ke kelas mengambil tas miliknya,” jawab Ivan.

“Uhh, baiklah kami mau melihatnya dulu di UKS. Ayo Arthur!”

“Kalau begitu aku ke kelas dulu,” ucap Ivan pada mereka.

Karin dan Arthur akhirnya sampai di depan UKS. Mereka lalu langsung masuk ke dalam untuk melihat Lisa di sana.

“Lisa,” panggil karin pada Lisa yang sedang berbaring di kasur.

“Karin, Arthur,” sambut Lisa pada panggilan itu sambil bangun dari tidurnya.

“Bagaimana keadaanmu?” tanya Arthur padanya.

“Aku baik, tapi sepertinya aku harus istirahat di rumah.”

“Kami sudah mendengar itu dari Ivan. Kau harus banyak istirahat agar kita bersama besok. Ada yang ingin aku berikan,” ucap Karin.

“Apa itu karin? sebuah hadiah!” sahut Lisa yang penasaran.

“Lihat saja besok, karena itu kau harus sehat dan datang ke sekolah.”

“Baiklah.”

Tak lama, pintu itu bergeser dan muncullah Ivan dengan tas milik Lisa di punggungnya. Setelah itu Lisa bangun dan keluar dari UKS bersama mereka. setelah diantar lisa kemudian pamit pada mereka yang mengantarnya sampai gerbang.

“Terimakasih.”

“Sampai besok ya, Lisa,” ucap Karin sambil melambai.


Minggu ke tiga Arthur sebagai murid baru

Hari ini adalah hari sabtu yang cerah, banyak orang berlalu di jalan tak terkecuali Arthur yang sedang berjalan menuju halte bis. Saat bis berhenti, dia segera naik untuk menuju tempat yang sudah dijanjikan.

Bus akhirnya berhenti, tepat di halte depan taman bermain terkenal yang ada di pusat kota. Di taman bermain itu telah menunggu teman-temannya yang sudah berjanji untuk menghabiskan waktu bersama. Dia turun lalu langsung menuju pintu masuk taman tersebut.

Di tengah taman dekat dengan air mancur, telah ada tiga temannya yang menunggu di sana. Karin berdiri dengan pakaian putih dengan garis hijau hitam. Lisa sendiri dengan baju biru dan tak lupa dengan syal merah kesayangannya. Ivan sendiri tampil modis dengan T-shirt hitam di sana.

“Maaf membuat kalian menunggu lama,” ucap Arthur.

“Kemana saja kau Arthur, hampir saja kami bermain di sini tanpamu,” kata karin yang kelihatan kesal.

“Sudahlah, Karin. sekarangkan Arthur sudah datang.,” sahut Lisa menenangkan Karin.

“Sebaiknya kita cepat, sebelum taman ini bertambah ramai!” seru Ivan pada mereka semua.

Mereka berempat kemudian menuju area permainan yang ada pada taman tersebut. Tempat pertama yang mereka tuju adalah area roller coster yang cukup terkenal di sana. Arthur, Karin dan Ivan menaiki roller coster, hanya Lisa yang tidak ikut karena takut ketinggian.

Roller coster itu berjalan membawa semua penumpang melalui rel yang sudah ada, tmpak wajah kegembiraan pada wajah mereka. Lisa sendiri juga gembira dengan melihat mereka sambil duduk dekat dengan area permainan.

“Ahh, itu tadi menyenangkan sekali,” ucap Karin setelah permainan selesai.

“Apa kau tahu, suaramu itu sangat berisik. Kepalaku sakit mendengarmu berteriak,” ketus Ivan pada Karin.

“Maaf-maaf, aku tak bisa mengontrol diriku.”

“Ah, ini pertama kali aku menaikinya, ini sedikit membuatku takut,” ucap Arthur.

“Tenang saja Arthur, kau tak perlu takut. Lagipula masih banyak permainan yang belum kita coba,” Kata Karin dengan senyuman lebar pada wajahnya.

Mereka berjalan keluar hingga akhirnya bertemu dengan Lisa di sana.

“Kalian sudah selesai bermain?” tanya Lisa.

“Ya, sekarang ayo kita melihat pertunjukan lumba-lumba!” seru Karin pada mereka.

“Baiklah ayo,” ucap Lisa dengan tersenyum.

“Heh, kau terlihat bersemangat sekarang Lisa?” tanya Arthur.

“Soalnya Lisa menyukai lumba-lumba,” ucap Ivan pada pertanyaan Arthur.

“Nah-nah, ayo cepat kita ke sana,” ucap Karin dengan semangatnya.

Mereka menuju gedung tempat pertunjukan. Selama pertujukan semua terlihat senang termasuk Lisa. Arthur sendiri menikmati hari ini dengan mereka semua. Saling bicara, semua menambah keakraban apa lagi Lisa dan Arthur berbicara banyak hal lebih dari biasanya saat di sekolah.

Pertunjukan itu sangat menarik, lumba-lumba di kolam menampilkan kecerdasan mereka hingga membuat penonton terpana dan bertepuk tangan. Selama pertunjukan juga Karin, Lisa, Arthur dan Ivan mengambil foto mereka. dengan wajah bahagia, semua jadi menyenangkan hari itu.

Selain pertunjukan lumba-lumba, mereka juga melihat yang lain dan juga memasuki wahana permainan lainnya. Waktu berjalan lama hingga tak terasa hari sudah mulai sore tapi meski begitu taman tersebut tak terlihat sepi sedikit pun.

“Ayo-ayo kita lihat permainan lainnya!” seru Karin pada mereka lagi.

“Karin, lebih baik kita beristirahat dulu. Lihat, Lisa juga sudah kelihatan lelah,” ucap Arthur.

“Eh... benarkah itu, Lisa?” tanyanya sambil melihat ke arah Lisa.

“mungkin kita harus istirahat sebentar,” ucap Lisa padanya.

“Uhh, baiklah kalau begitu. Kita cari tempat duduk dulu di sekitar sini,” ucap Karin dengan suara agak kecewa.

“Kalau begitu aku mau mencari minuman, apa kalian mau?” ucap Ivan pada mereka.

“Aku ingin jus saja,” sahut Karin.

“Aku teh dengin saja, tolong ya Ivan,” ucap Karin.

“Kalau begitu aku air mineral saja,” sambung Arthur.

“Baiklah, kalian cari tempat duduknya.”

Ivan pergi meninggalkan mereka bertiga, lalu ketiganya pergi mencari tempat untuk bisa beristirahat. Saat sedang mencari, mereka menemukan sebuah tempat penjual boneka. Lisa yang melihat itu terlihat sangat menginginkannya.

“Apa kau menginginkan sebuah boneka, Lisa?” tanya Arthur.

“Tidak, aku tidak....uhmm,” jawabnya dengan sedikit gugup.

“Kalau kau mau, akan kubelikan untukmu,” tawar Arthur padanya.

“Hei-hei, kau mau pilih kasih ya Arthur. Apa kau tak mau menawarkan padaku juga?” ketus Karin yang langsung masuk ke pembicaraan mereka.

“Iya-iya, akan kubelikan. Sekarang kita lihat ke sana dulu.”

Mereka masuk ke dalam toko tersebut untuk melihat-lihat boneka yang bagus. Beberapa saat kemudian mereka keluar dengan membawa sebuah boneka di tangannya. Lisa membawa boneka lumba-lumba bewarna biru sedangkan lisa membawa boneka berbentuk singa.

Setelah dari toko tersebut, mereka sampai pada tempat duduk di pinggir taman dengan pemandangan bunga yang indah di sekitar mereka. Lisa menghubungi Ivan untuk datang ke sana, Lisa dan Arthur terlihat sedang bercanda dengan pembicaraan mereka berdua.

Ivan datang ke tempat mereka sambil membawa minuman pada kedua tangannya. Waktu berjalan cukup lama setelah itu. Pada akhirnya mereka memutuskan untuk pulang setelah cukup puas bermain dalam taman tersebut.

“Baiklah kita pulang sekarang,” ucap Ivan.

“Ah... padahal masih seru di sini,” gerutu Karin yang masih ingin bermain di sana.

“Masih ada lain waktu. Jika kami mengikutimu, mungkin kami tak akan bertahan mengatasi staminamu yang seperti itu.”

“Kau bicara apa Ivan? Apa maksudmu dengan stamina seperti itu?” ketus Karin pada Ivan.

“bukan apa-apa.”

Suasana pulang itu masih terlihat ceria dengan kelakuan yang ditunjukan oleh Karin dan Ivan saat itu.

“Apa setiap hari selalu seperti ini ya?” tanya Arthur.

“Tentu saja, kami selalu seperti ini, Karin dan Ivan memang terlihat akrab sejak dulu,” ucap Lisa menjawab pertanyaan Arthur.

“Menyenangkan memang jika punya teman seperti itu,” ucap Arthur sambil tersenyum.

“Apa maksudmu Arthur? Bukankah kita berteman sekarang.”

Arthur melirik pada Lisa yang mengatakan hal tersebut, lalu tersenyum padanya. Lisa yang melihat itu  membalas dengan senyuman juga.

“Kau benar, Lisa. Ini pertama kalinya aku memiliki teman setelah sekian lama.”

Mereka berjalan menuju pintu keluar taman bermain, para pengunjung lainnya juga sudah mulai banyak yang pulang. Masih dengan suasana riang gembira mereka keluar dari taman tersebut. Namun semua itu berubah saat Lisa terjatuh saat berjalan menuju halte hingga membuatnya kakinya terluka.

“Kau tidak apa-apa kan, Lisa?” tanya Arthur.

“Tidak apa-apa,” jawabnya singkat.

“Kalau begitu a-”

“Aku akan mengantarmu pulang, keliahatannya kakimu terkilir,” ucap Ivan memotong perkataan Arthur yang belum selesai.

“Tidak usah, aku bisa sendiri...ahh,” teriak Lisa saat mencoba untuk berdiri.

“Lihatkan, lebih baik kau kuantar,” ucap Ivan sambil merangkul Lisa untuk membantunya berdiri. Ivan melihat ke arah Karin dan Arthur lalu berkata, “aku akan membawa Lisa dengan taksi, kalian pulang saja dengan bus.”

“Baiklah! Pastikan Lisa baik-baik saja, Ivan,” jawab Karin padanya.

Ivan dan Lisa pulang dengan taksi yang lewat di jalan tersebut, sementara Arthur dan Karin berjalan menuju halte bus. Arthur terlihat diam bahkan saat dalam bus yang sedang berjalan. Karin yang duduk di sampingnya terlihat penasaran akhirnya bertanya pada Arthur.

“Arthur, apa kau menukai Lisa sehingga kau tak senang Ivan mengantarnya?”

Karin mendekatkan tubuhnya pada Arthur hingga kedua belahan pada tubuhnya terlihat cukup jelas oleh Arthur. Reaksi Arthut pertama kali adalah gugup, bukan karena pertanyaannya melinkan pada tindakan Karin.

“Apa yang kau lakukan Karin?”

“Aku sedang bertanya padamu, apa mungkin kau menyukai Lisa?”

“Ah... tidak. Maksudku kita temankan, jadi tak mungkin aku menyukainya.”

“Jangan membohongi dirimu Arthur. Aku tahu kau terlihat diam sejak tadi, kau awalnya bermaksud mau mengantarnya kan?”

Arthur hanya terdiam, dia tak bisa berkelak atas pernyataan dari Karin tersebut.

“Jika kau benar menyukai Lisa, maka kau harus bersaing. Kau tahu, Ivan juga menyukainya bahkan sejak kami kecil dulu.”

Arthur cukup terkejut setelah mendengar hal itu. tapi dia berpikir wajar saja karena mereka sudah saling bersama sejak kecil. Dia juga berpikir mungkin saja Lia juga menyukai Ivan. Kemudia dia melihat ke arah Karin lalu bertanya.

“Lalu, apa kau menyukai Ivan?”

“Ahaha, jangan bercanda. Aku tak mungkin menyukainya, kami ini berteman dan aku juga bukan orang yang mudah untuk menyukai sesuatu.”

“Oh begitu. Tapi aku cukup terkejut jika Ivan menyukai Lisa sejak kecil, apa dia tak pernah mengungkapkannya?”

“Entahlah, mungkin dia tak mau merusak pertemanan kami.” Karin kemudian melihat ke arah Arthur yang ada di sampinganya, “Arthur, apakah saat aku jatuh cinta aku akan langsung menyadarinya?”

“Aku tidak tahu, aku juga tak mengerti perasaan ini pada awalnya.”

“Begitu ya.”



Satu bulan sejak Arthur jadi murid pindahan

Hari ini adalah rabu pagi yang cerah, sangat cocok bila melakukan sesuatu yang menyenangkan padapagi hari ini. Namun tidak begitu pada kelas 1C, murid-murid di kelas tampak cemas dan khawatir setelah mendengar berita buruk dari guru mereka.

Teman mereka, Lisa sedang dirawat di rumah sakit karena mengalami kecelakaan saat akan berangkat sekolah. Lisa kehilangan keseimbangannya hingga akhirnya dia terjatuh dari tangga lantai dua rumahnya. Dia mengalami cedera pada kepala dan kakinya hingga akhirnya dia harus segera dibawa ke rumah sakit.

Jam-jam pelajaran dilalui sampai akhirnya bel jam makan siang berbunyi.

“Arthur, ada apa? Apa kau mengkhawatirkan keadaan Lisa?” tanya Karin yang mendekat ke meja Arthur.

“Ah....tidak...aku tidak... emm.”

“Bagaimana kalau kita menjenguknya sepulang sekolah nanti?” ajak Karin.

“Sebenarnya aku....”

“Ayolah! Ivan juga pasti khawatir, jadi kita bisa pergi bertiga. Benarkan, Ivan!” ucap Karin sambil menoleh ke arah Ivan yang masih membereskan bukunya.

“Ya, lebih baik kita menjenguknya hari ini,” balas Ivan saat itu juga.

Arthur tak bisa menolak ajakan itu, apalagi dia memang sedikit khawatir pada keadaan Lisa.


Waktu berlalu, bel yang menandakan berakhirnya pelajaran sekolah hari ini berbunyi dengan keras. Seluruh murid bergegas keluar kelas untuk segera pulang ke rumahnya masing-masing. Arthur, Karin dan Ivan juga keluar kelas namun tujuan mereka akan langsung ke rumah sakit.

Di rumah sakit, mereka berjalan menuju ruang perawatan Lisa yang ada di lantai tiga di ruang mawar. Setelah sampai mereka segera masuk dan bertemu dengan ayah Lisa yang sedang merawat anaknya. Lisa sendiri sedang terbaring dengan beberapa perban pada kepalanya.

“Kalian!” seru Lisa saat mereka masuk.

“Kau baik-baik saja kan, Lisa, ucap karin yang langsung menghampirinya. Dia lalu menoleh ke arah ayah Lisa lalu membungkuk pelan. “Selamat siang paman!”

“Karin, terimakasih sudah mau menjenguk Lisa. Dia baik-baik saja setelah dokter merawatnya.”

“Tidak usah dipikirkan paman, inilah gunanya teman,” kata karin pada ayah Lisa.

“Syukurlah jika Lisa sudah baikan paman, kami sangat khawatir saat mendegar kabar dari guru,” ucap Ivan.

“Oh, nak Ivan. Terimakasih juga buatmu yang kemarin telah mengantarnya saat dia jatuh. Dan emm....”

Ayah Lisa sedikit bingung pada Arthur karena sebelumnya tidak pernah bertemu, berbeda dengan Karin dan Ivan yang merupakan teman sejak kecil bagi Lisa.

“Maaf karena tak memperkenalkan diri. Saya Arthur, teman sekelas Lisa yang baru saja pindah dari SMA lain sebelumnya.” Arthur memperkenalkan dirinya agar Ayah Lisa bisa mengenalnya.

“Kalau begitu bertemanlah yang akrab dengan Lisa seperti halnya Karin dan Ivan.”


Setelah percakapan itu, mereka kemudian mendekat ke arah Lisa dan saling mengobrol. Tak lama kemudian Ayah Lisa pergi untuk menemui dokter yang merawat Lisa.

“Apa yang terjadi, Lisa? Bagaimana mungkin kau bisa jatuh dari tangga?” tanya Ivan.

“Maaf membuat kalian khawatir. Aku juga tidak tahu, tiba-tiba saja aku kehilangan keseimbanganku lalu terjatuh.”

“Tapi syukurlah kau baik-baik saja sekarang,”ucap Karin dengan leganya.

“Karin, Ivan, Arthur, terimakasih karena sudah datang kemari.”

“Tak perlu sungkan, kita ini teman kan,” sahutnya Karin pada ucapan Lisa.


Lisa hanya tersenyum, dia merasa senang memiliki sahabat seperti Karin dan yang lainnya. Suasana canda pun dimulai, Karin menghibur Lisa agar dia tak bosan tidur di kasur terus.  Semua tertawa kecuali Arthur yang entah kenapa selalu diam. Tak ada kata yang terlontar darinya, hanya berdiri sambil menundukan wajahnya saja.


“Arthur, ada apa?” tanya Lisa.

“Tidak, tidak ada apa-apa.”

“Arthur, apa kau masih khawatir pada keadaan Lisa?” tanya Karin.

“Jadi kau menghawatirkanku sejak tadi,” ucap Lisa sambil melihar pada Arthur.

“Tidak, maksudku... aku... ah.” Arthur melihat kesana kemari dengan sedikit gugup, lalu “aku harus ke toilet sekarang.”

Dengan cepat Arthut pergi menuju pintu lalu keluar dari ruang perawatan itu. Meninggalkan ketiga temannya di sana.

“Arthur terlihat ane hari ini,” kata Lisa.

“Ya, dia diam terus bahkan sejak di sekolah setelah mendengar kabar tentangmu jadi aku pikir dia hanya khawatir,” ucap Karin.

“Tapi, apa kalian lihat wajahnya? Terlihat lebih pucat dari biasanya,” sahur Ivan pada mereka.

“Kau benar, apa mungkin dia juga sedang sakit? Tapi dia bilang wajahnya memang sudah seperti itu kan, selalu terlihat pucat,” balas Karin pada ucapan Ivan.

“Entahlah, lebih baik tanyakan saja saat dia kembali,” saran Ivan pada Karin.


Di tempat lain Arthur sedang menuju toilet, dia berjalan sambil menunduk, wajahnya kelihatan sedang melamunkan sesuatu. Dia kemudian tersadar saat mendengar suara ayah Lisa dari salah satu ruangan dokter, karena penasaran dia memutuskan untuk menguping pembicaraan itu.

“Apa Anda yakin Dok?” suara Ayah Lisa yang bertanya.

“Ya, pak. Setelah memeriksa kondisi anak bapak dari gejala yang sudah dia tunjukan selama ini, saya dapat mengatakan bahwa anak bapak terkena Fahr,” jawab dokter tersebut.

“Apa itu bisa disembuhkan Dok? Apa anak saya bisa sembuh?”

“Sayang sekali, tapi penyakit itu belum ada obatnya namun kami masih bisa menekan efek penyakit itu dengan pengobatan dan terapi.”

“Panyakit seperti apa itu Dok? Bagaimana mungkin itu tak bisa disembuhkan?”

“Mungkin saya harus menjelaskan ini, Fahr adalah penyakit yang menyerang sistem syaraf pada otak. Semua syaraf pada otak baik itu yang mengatur keseimbangan, otot, gerak tubuh, refleks dan juga ingatan akan terganggu. Orang yang terkena penyakit ini akan sangat sulit untuk mengatur keseimbangannya hingga sering terjatuh, mudah lelah, dan sering lupa dengan sesuatu. Pada tingkat kronis, penyakit ini akan melumpuhkan semua otot dan fungsi syaraf lainnya. Ini adalah penyakit langka yang tak mungkin ada pada usia remaja, tapi penyakit ini merupakan turunan dari gen orang tuanya.”

“Jadi maksud Dokter....Lisa akan meninggal karena penyakit ini.”

“Pada keadaan kronis, bisa saja itu terjadi bila syaraf-syaraf diotak sudah melumpuhkan sistem kerja pada jantung atau pun pernapasan. Jangan khawatir, kami akan melakukan segala cara untuk menekan efek penyakit tersebut.”


Itulah yang di dengar oleh Arthur saat menguping pembicaraan dokter dan ayah Lisa. Dia segera pergi dari sana dengan perasaan tak percaya.

Tidak mungkin, bahkan saat seperti ini aku harus mendengar berita yang mengejutkanku. Apakah ini ujian yang harus aku jalani sekarang?” ucap Arthur dalam hatinya.

Tidak, pasti ada yang bisa aku lakukan sekarang,” ucap Arthur lagi dalam hatinya.

Arthur kemudian berjalan menuju ruangan milik Lisa lalu kemudian masuk ke sana. Kedatangannya membuat Lisa, Karin dan Ivan terkejut karena Arthur datang dengan terburu-buru lalu kemudian pergi setelah mengucap beberapa kata.

“Maaf, aku harus pulang sekarang. Ada tempat yang harus aku datangi,” ucap Arthur.

“Hei, tunggu! Arthur memangnya kau mau kemana?”

Panggilan dari Karin itu tak dipedulikan oleh Arthur yang langsung keluar meninggalkan mereka. ketiga temannya itu hanya bisa bertanya dalam hati tentang kelakuan Arthur itu.



Dua hari kemudian, Lisa keluar dari rumah sakit setelah kondisinya makin membaik. Bahkan dokter yang merawatnya juga terkejut karena Lisa bisa cepat sembuh dari lukanya meski kaki dan kepalanya masih harus diperban untuk menutupi lukanya.

Lisa kembali masuk sekolah untuk belajar dan bertemu dengan teman-teman sekelasnya. Pagi itu dia datang dan langsung masuk dan menyapa temannya termasuk juga Karin dan Ivan.

“Karin, Ivan,” panggilnya.

“Lisa, syukurlah kau sudah keluar dari rumah sakit,” ucap Karin.

“Apa kau benar sudah baikan Lisa?” tanya Ivan.

“Ya, sudah baikan kok. Tapi kalian tega sekali, hanya datang saat hari pertama aku di rumah sakit saja setelah itu kalian tak datang lagi,” kata Lisa pada kedua temannya itu.

“Maaf, aku ada kesibukan dengan club jadi aku tak sempat mengunjungimu,” elak Karin memberi sebuah alasan.

“Aku juga,club bisball akan mengadakan pertandingan minggu ini. jadi aku sering berlatih hingga aku kelelahan,” ucap Ivan juga memberi alasan.

“Ya, tidak apa-apa lagipula aku sudah baikan sekarang.” Lisa melihat ke sekeliling kelasnya seakan mencari sesuatu. Karena tak menemukan hal yang dicarinya, dia lalu bertanya pada Karin dan Ivan. “Ngomong-ngomong, mana Arthur? Apa dia belum datang?”

“Arthur? Siapa yang kau maksud, Lisa?” ucap Karin balik bertanya.

“Apa yang kau bicarakan Karin, tentu saja Arthur teman kita,” jawab Lisa.

“Apa kau sedang mengigau, tak ada yang namanya Arthur di sini,” sahut Ivan padanya.

“Eh, apa maksud kalian? Apa kalian tidak ingat, Arthur kan baru saja pindah ke kelas ini sebulan yang lalu,” ucap Lisa lagi untuk meyakinkan temannya.

“Setahuku tak ada murid baru di kelas ini sejak awal semester, jadi kami tak tahu maksudmu Lisa,” bantah Karin padanya.

“Tidak mungkin, tapi... Arthur....”

Lisa benar-benar bingung pada temanya, bagaimana mungkin mereka melupakan Arthur yang selama satu bulan ini bersama mereka.

“Lisa, sebaiknya kau duduk ke mejamu. Pelajaran akan segera dimulai,” ucap Karin.

Lisa kemudian duduk ke mejanya, namun dengan kebingungan dengan apa yang terjadi pada temannya.


Satu minggu kemudian

Satu minggu sudah Lisa bertanya tentang Arthur pada teman dan gurunya, namun jawabannya selalu sama, tak ada yang namanya Arthur di kelasnya. Lisa tahu bahwa Arthur itu ada, seorang teman yang menghabiskan waktu bersama. Dia juga ingat dengan kejadian saat dia diselamatkan dari kecelakaan. Tapi mengapa orang mengatakan bahwa dia tak ada, mengapa orang tak mengingat tentang Arthut – pikirnya.

Lalu ingatan muncul dipikirannya, ingatan saat Arthur berkenalan dengannya.

“Benar juga, dia tinggal di sekitar sana.”

Pulang sekolah, Lisa segera naik bis dan bergegas menuju bukit tempat dia diselamatkan Arthur. Di sana dia berkeliling dan bertanya pada orang yang datang mengunjungi makam. Namun sebuah jawaban mengejutkan yang dia dapatkan. Tidak ada orang yang tinggal di sekitar bukit pada daerah pemakaman itu.

“Tidak mungkin, lalu Arthur....”

Dalam kebingungan itu, dia teringat dengan makam Ibunya lalu memutuskan untuk ke sana. Dia mengingat ucapan Arthur yang mengatakan bahwa dia sering melihat Lisa saat mengunjungi Ibunya. Sampai di sana, Lisa berdiri melihat makam ibunya hingga akhirnya sore  menjelang.

Karena dia tak melihat Arthur dimana-mana akhirnya Lisa memutuskan untuk pulang. Saat berjalan, karena tak memperhatikan langkahnya, Lisa terjatuh tepat di depan sebuah makam.

“Aduh... duh, maaf-maaf aku tak bermaksud mengang-gu.”

Kata-kata Lisa terputus, itu semua karena rasa terkejut yang dia dapatkan setelah melihat makam itu. Sebuah makam yang bertuliskan nama dari orang yang dia cari selama satu minggu ini – Arthur Ryuuki. Pada bagian bawahnya, terdapat bingkai foto bewarna dengan rangkaian bunga. Foto tersebut merupakan foto dari seseorang yang sudah dia kenal. Foto Arthur dengan pakaian SMA yang berbeda darinya.

“Arthur, tapi bagaimana....”

Kemudian tiba-tiba angin bertiup kencang, menerbangkan guguran bunga dari pohon-pohon disekitar sana. Dalam taburan bunga itu, muncul penglihatan pada pikiran Lisa. Sebuah penglihatan yang membuatnya meneteskan air matanya. Penglihatan tentang kejadian sebelum dia kembali masuk ke sekolah.

“Mengapa? Mengapa kau melakukannya untukku?”


==/==

Malam itu dalam ruangan yang di tempati oleh Lisa, Arthur datang ke sana dengan pakaian serba putih. Mendekat dan berdiri di samping Lisa yang tertidur di kasurnya.

“Maafkan aku Lisa, kurasa ini adalah perpisahan,” ucapnya.


“Terimakasih, karenamu aku menemukan kebahagianku. Kau tahu, aku bukanlah orang yang hidup. Aku sudah meninggal setengah tahun yang lalu. Setelah kematianku, aku selalu melihatmu saat mengunjungi makam Ibumu. Entah kenapa, aku ingin bicara denganmu aku tahu tak mungkin kau melihatku. Tapi satu keajaiban terjadi, aku mendapat kesempatan menjalani hidupku selama satu bulan sebelum aku pergi dan menghilang. Saat itulah aku menyelamatkanmu.”

Perkataan Arthur terhenti karena tubuhnya yang perlahan mulai menghilang.


“Satu bulan ini sangat menyenangkan dan sekarang saatnya perpisahan. Tapi aku tak bisa meninggalkanmu dengan penyakit yang kau derita, jadi aku memohon untuk kesembuhanmu dengan ganti separuh hidupku dikehidupan yang mendatang. Lisa, sebelum aku pergi, aku sangat ingin mengucapkan ini padamu. Mungkin setelah ini kau, Karin dan Ivan akan melupakanku, tapi tetap saja aku ingin mengungkapkannya. Lisa, aku mencintaimu.”

daniswara2012.wordpress.com
Perlahan tubuh Arthur menghilang dan berubah menjadi butiran cahaya kecil yang terbang ke langit.  Sebelum dia menghilang seutuhnya, terlukis senyum pada wajahnya. Senyum yang selama ini tidak pernah dia tunjukan selama satu bulan mereka bersama.


END
23 oktober 2014

Komentar

  1. Keren! Entah kenapa, saya jadi teringat dengan cerpenku yang dulu... tapi kalau saya sebenarnya berniat menghubungkan dengan khodam2 gitu. Sayangnya, kalau cerpenku yang itu masih kacau isinya wkwkwk :D
    Terus berkarya mas!

    BalasHapus
  2. aduh saya salah mas, bukan khadam, tapi qarin hehehe...

    Itu... semacam istilah untuk jin yang jadi kembaran manusia (dalam agama islam). Entah kalo dalam agama lain ada semacam ini atau ngga.

    BalasHapus
  3. “Kau jangan khawatir! Aku bukan stalker atau semacamnya. Kebetelan aku tinggal di sekitar sini, jadi sering melihat orang yang berkunjung di areal pemakaman itu.” tunjuknya mengarah ke atas bukit.


    Kebetulan kak, bukan kebetelan hehehe..

    keren kak cerpennya.

    mampir dong kak ke http://lantai-dansa.blogspot.com

    BalasHapus
  4. Wah ada cerpen, mau deh nulis cerpen :3

    BalasHapus
  5. Cerpennya oke juga mas bro......saya sbenarnya suka nulis cerpen tapi pas blogging jadi berubah arah mas....

    Salam sahabat blogger

    BalasHapus
    Balasan
    1. salam juga
      berubah ke arah mana tu gan

      Hapus
    2. arah barat gan....buat ngelihat sunset...

      Hapus
    3. kirain buat nyari kitab suci karena ke barat

      Hapus
  6. sebuah cerita fiksi yang bagus...dan akhir yan menyedihkan namun mempunyai makna dalam untuk kita renungi dalam perjalanan hidup ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih gan. Ah, terimakasih juga buat tips blog dari blog agan

      Hapus
  7. Dasar si Arthur sudah jadi hantu malah PHP in si Lisa, tapi untung saja ingatan Lisa tentang Arthur nantinya bisa hilang. Coba kalau tidak, haha nyesek dah si Lisa :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya gan.

      tapi kasian juga si Karin, perasaannya ke Arthur nggak pernah bisa terucap.

      Hapus
  8. keren ceritanya,..pengin bisa nulis yg bagus

    BalasHapus
  9. cerpennya bagus.pas awal arthur jadi murid baru kok lisa bisa lupa kayak gitu ya?/ :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena penyakit syarafnya.
      udah bikin dia pelupa itu

      Hapus
  10. selalu suka dengan blogger yang mengekspresikan karyanya dengan cerita. cerpennya bagus banget :")

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih, mampir ke cerita yang lainnya jga gan.

      Hapus
  11. cerpennya menarik gan, update terus karya-karyanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. insyaallah ya gan

      kadang suka kehabisan ide nih

      Hapus

Posting Komentar

Pengunjung yang baik selalu berkomentar yang baik dan relevan.
Terimakasih.

Postingan Populer