#Reminisce - Memori One: At The River Side

~Story Index : "Reminisce"

 Ini adalah karya dari circle kami yang beranggotakan empat orang termasuk saya. Link index cerita bisa kalian klik judul Reminisce di atas.

===================================================================


~Memori I~

Penulis: Chandra alias Cacan


------------------------------
    "At The River Side"
------------------------------


"Hei... hei...," sayup suara terdengar di telingaku.

"Hei...Hei, ayo bangun..." kali ini tepukan pelan mendarat di pundakku.

Meski berat rasanya namun aku mencoba untuk membuka kelopak mataku. Pandanganku masih belum terlalu fokus untuk melihat sosok samar yang berdiri di sampingku.

"Kita sudah sampai," lanjut sosok itu lagi.

"Eh?" sahutku sambil mencoba mendapatkan kembali kesadaranku.

Mataku yang akhirnya menemukan titik fokusnya untuk menggambarkan sosok tersebut yang merupakan seorang bapak yang sudah cukup tua. Tangannya yang keriput itu masih berada di pundakku saat  aku melihatnya.

www.wallpaperswa.com
Kualihkan pandanganku ke arah kaca depan bus tua yang saat ini kutumpangi. Kaca yang sedikit kusam itu menampakkan jalanan yang hanya cukup dilewati satu kendaraan. Jalan tanah berbatu itu terlihat sedikit menanjak masuk jauh ke dalam hutan pinus yang berada di sebelah kiri dan kanannya.

"Aku tidak melihat desanya...," lanjutku pada Pak tua itu.

"Itu karena desanya masih berjarak 1 km lagi."

Aku mengerutkan keningku setelah mendengar pak tua itu, "lalu kenapa anda tadi bilang jika kita sudah sampai?"

"Iya kita sudah sampai. Sampai di tujuan terakhir bis ini." Pak tua itu tersenyum lebar padaku, menampakkan beberapa giginya yang tanggal, "-aku tidak bisa mengantarmu sampai ke desa itu. Kau harus melanjutkan perjalanan dengan kaki."

"Eh!?" karena terkejut tanpa sadar aku berdiri dari kursi penumpangku, "-kenapa anda tadi tidak bilang saat aku naik!?"

"Itu karena kau tidak bertanya padaku," jawabnya dengan santai.

Mulutku hanya bisa menirukan ikan yang kehabisan air mendengar jawabannya itu.

Memang benar aku tidak bertanya padanya saat naik bus ini, tapi bukankah itu tugasnya untuk menyampaikan informasi tersebut saat aku berada di bus.

"Apa anda tidak bisa mengantarku sampai kesana, aku akan membayar lebih." aku coba bernegosiasi sambil mengeluarkan dompetku.

"Maaf nak, bukan ini bukan masalah uang. Hanya saja bis ini sudah terlalu tua untuk melahap medan terjal menuju desa itu."

"Apa anda tak bisa mengusahkannya? Tolonglah, aku belum pernah datang kesini sebelumnya."

"Tenang saja kau tidak akan tersesat, seperti yang kau lihat hanya ada satu jalan menuju desa itu."

Pak tua itu membungkuk dan mengambil tasku yang kuletakkan di samping kursiku.

"Sebaiknya kau pergi sekarang anak muda." dia memberikan tas itu padaku, "-percayalah pada Pak tua ini, udara gunung semakin kejam  pada malam hari."

Pak tua itu terus mendorongku keluar dari bus kecilnya. Semua protes yang kulontarkan seperti menghantam dinding yang kokoh.

Dia segera duduk di bangku supir dan menyalahkan kembali busnya. Dan aku hanya bisa terdiam dengan mulut mengangah saat dia memutar balik bus itu.

"Sampai bertemu lagi anak muda."

Itu adalah kalimat terakhir yang kudengar darinya.

Dan seakan sang hari semakin membenciku, tak lama kemudian hujan pun turun dengan derasnya.

"Sial!!" umpatku sambil berlari mencari tempat untuk berteduh.

Untungnya tak jauh dari sana terdapat sebuah halte yang terbuat dari kayu dan beratapkan seng yang sudah menghitam.

"-kenapa harus hujan sekarang!!!?"

Aku menghela nafas mencoba menahan emosiku.

"Mungkin karena Sang Dewi sedang menangis..."

Tiba-tiba saja suara sayup terdengar dari belakangku.

Secara refleks aku pun berbalik badan. Disana, di sudut halte yang gelap itu ada seorang gadis kecil yang berdiri sambil menatapku dengan matanya yang besar.

Sejak kapan dia ada disana? Aku tidak melihatnya sewaktu aku masuk kemari.

Apa keadaan halte yang gelap ini yang membatasi pandanganku?

"Apa maksudmu?" tanyaku dengan mengerutkan kening.

"Sang Dewi selalu menangis disetiap tahunnya..."

"....."

"....."

Walaupun dengan menatap irisnya yang pekat itu, aku sama sekali tak bisa menangkap makna kata-katanya.

"Sang Dewi? Menangis? Setiap tahun?" aku berkata dengan pelan. "-aku sama sekali tak mengerti kata-katamu, dik."

Gadis kecil itu hanya tersenyum manis padaku. Senyum manis yang membuat bulu kuduku berdiri.

"Biarkan waktu yang menjelaskannya padamu, kakak."

"....."

"....."

Aku kembali terdiam mendengar kata-katanya itu.

"Aku semakin tidak mengerti kata-katamu."

Gadis kecil itu hanya menatapku sambil tersenyum. Aku terpaku, menunggu gadis kecil itu kembali merangkai katanya. Namun itu tinggal angan, setelah satu menit hanya senyum itu yang ia berikan padaku.

"Ah...sudahlah...," kataku tak mau ambil pusing.

Aku mengalihkan pandanganku pada jalanan berbatu yang dibasahi air hujan itu. Jalanan itu bagaikan membentuk aliran sungai kecil dikarenakan kondisi jalan yang menanjak.

Sepertinya akan sulit untuk dilalui.

"Jalan itu akan sedikit licin dan becek setelah hujan, kakak."

Gadis kecil seperti membaca pikiranku.

Ah...itu tidak mungkin, pasti dia hanya menebak dari arah pandanganku saja.

"Lalu, apa ada jalan lain yang bisa kulalui?"

"Tentu saja selalu ada jalan menuju tujuanmu, kakak."

"Kalau begitu, ada jalan selain jalan ini yang bisa membawaku ke desa." Aku menggerakkan kepalaku ke segala arah, mencoba mencari jalan alternatif yang lebih bersahabat, "-aku tak melihat jalan lain selain jalan terjal itu."

"Itu karena kau hanya melihat apa yang ada di depanmu, kakak."

"Aku sudah melihat di belakang dan di sampingku, tapi hanya jalan terjal ini yang kutemukan."

"Apa jalan harus selalu terlihat?"

"Tentu saja, bagaimana kau bisa melaluinya jika jalanan itu tidak terlihat."

"Bagitu ya? Ternyata kau adalah orang yang pasif, kakak."

"Apa maksudmu?" tanyaku dengan penuh rasa heran.

Gadis kecil itu berjalan menuju bagian depan halte. Sekarang aku bisa melihat dengan lebih jelas penampilannya, dia menggunakan semacam summer dress berwarna putih. Kulitnya berwarna senada dengan pakaiannya, sungguh putih, bahkan bisa disebut sedikit pucat. Namun yang paling mencolok adalah iris matanya yang berwarna merah darah.

"Jika kau tidak bisa menemukannya, maka ciptakanlah jalan itu," bibir kecilnya berucap.

"Menciptakan jalanku sendiri...?" kataku dengan tanda tanya.

Aku kembali menatap jalan terjal itu.

Apa maksudnya menciptakan jalanku sendiri?

Apa yang dia maksud aku harus membuat jalan melalui hutan itu?

"...."

"...."

Kurasa bukan itu maksudnya.

"Hei, apa maksudmu deng-" kata-kataku terhenti.

Orang yang hendak kutanya tidak ada di tempatnya.

Kemana dia?

Bukankah semenit yang lalu dia masih berada di sampingku?

Aku segera berlari keluar dari halte kayu itu. Mataku segera menyisir sekelilingku. Namun gadis kecil tersebut tak dapat kutemukan.

Hanya rasa bingung yang kembali datang menghampiriku.

Sesaat kemudian, hujan yang tadinya cukup deras mulai meredah. Matahari pun mulai kembali menamapakkan wajahnya dengan malu-malu. Menyadari apapun yang kulakukan tidak dapat menemukan keberadaan gadis itu, aku memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalananku. Dan tentu saja melalui jalan terjal yang ada dihadapanku.



[***]

Memang hujan sudah 15 menit berhenti. Namun matahari belum mampu mengeringkan tanah yang telah dimandikan oleh hujan itu. Hal yang wajar jika sneaker yang kugunakan dipenuhi oleh tanah lumpur.

"Ada apa dengan infrastrukur di negara ini...," umpatku.

Dijaman dengan teknologi semaju sekarang, bagaimana bisa ada tempat yang terpencil dan jauh dari peradapan seperti ini. Maksudku, jalan ini sama sekali tidak memiliki lampu penerangan.

 Ya aku tahu jika saat ini aku ada di pedesaan, tapi setidaknya ada satu atau dua lampu jalan yang membantuku melihat. Sungguh sangat berbeda dengan negara asalku. Walaupun di desa sekalipun, kami memiliki infrastruktur yang cukup memadai.

Selama berjalan aku terus menggerutu, setidaknya itu dapat menghilangkan rasa lelahku karena berjalan di jalanan terjal seperti ini. Sampai akhirnya langkah kakiku terhenti di depan sebuah jembatan yang terbuat dari batu. Batu yang terususun dengan sangat rapi.

http://www.hdwallpapersinn.com/rain-hd-pc-wallpapers.html

Batu- batu itu tersusun sampai ke ujung sehingga membentuk sebuah jalan yang terdiri dari blok-blok batu. Dan tidak hanya itu, sepanjang kiri dan kanan jalan tersebut disinari oleh lampu-lampu taman dengan bentuk klasik.

Sepertinya jembatan ini berfungsi sebagai pintu masuk desa. Desa Kalimaya, ya...seperti yang tertulis pada papan yang ada di samping jembatan itu.

Pemandangan yang sangat kontras dengan jalan becek tempatku berpijak sekarang. Entah kenapa, kekontrasan itu membuat Desa Kalimaya semakin terlihat terisolir.

Tapi,

Semua itu bukanlah hal yang membuatku menghentikan langkah di mulut jembatan ini. Melainkan sosok gadis remaja yang berdiri di dinding jembatan batu itu. Rambut coklat panjangnya menari di buai angin malam.

Gadis yang kulihat dari samping itu nampak mengenakan pakaian yang seperti seragam sekolah.

Apa yang sedang dia lakukan?

Apa dia ingin meloncant?

"Hei, apa yang sedang kau lakukan!?" tanyaku sambil berlari kecil ke arahnya.

Aku sengaja memberi cukup jarak antara aku dengannya. Aku tidak mau membuatnya kaget dan panik hingga akhirnya terjatuh.

"Kau tahu, itu sangat berbahaya."

"...."

Tak ada jawaban darinya.

"Kau tidak berniat untuk melompat, kan?"

Lagi-lagi hanya semilir angin yang menjawab pertanyaanku.

"Halo, kau bisa mendengarku!?"

Aku memberanikan diri untuk mendekatinya. Aku mencoba untuk menggapai tanganya.

Namun,

Tiba-tiba ia berbalik.

"Maaf, aku tidak bermaksud untuk bertindak tidak sopan. Aku hanya khawatir kau akan terjatuh."

"...."

Lagi-lagi jawaban itu yang kuterima.

"Ngggg...." akupun kehabisan kata-kata untuk memulai pembicaraan.

"Bisakah kau turun dari sana, itu sangat berbahaya."

Gadis itu membalik badannya ke arahku, ia membuka mulutnya seperti hendak menyampaikan sesuatu padaku. Namun suaranya begitu kecil dan samar sehingga tak ada satu huruf pun yang tertangkap oleh telingaku.

"Maaf, apa yang kau katakan?"

Namun gadis itu hanya membalas pertanyaanku dengan senyuman.

Mataku langsung terbelalak, bukan karena senyuman manis yang dia lontarkan padaku. Melainkan karena sesaat setelah senyuman itu menghiasi bibirnya, gadis itu segera menjatuhkan tubuhnya ke belakang.

Gaya gravitasi pun menariknya jatuh ke bawah jembatan batu itu.

Dengan rasa terkejut dan jantung yang berdetak dengan kencang, aku berlari menempelkan tubuhku pada dinding jembatan itu.

Dengan sedikit membungkukkan badanku, mataku mengamati dengan seksama aliran sungai yang ada di bawah jembatan ini. Sungai tersebut memang terlihat dangkal, namun dipenuhi oleh batu-batu yang lumayan besar.

Dengan awas mataku terus mencari sekiranya dimana tubuh gadis itu terhempas. Aliran sungai ini terlalu kecil untuk membawa tubuhnya, pasti dia membentur batu-batu sungai itu saat terjatuh.

Namun,

Alangkah kagetnya aku ketika menyadari tak ada sedikitpun bekas darah di bebatuan itu. Semua bersih, tanpa noda sedikitpun. Seakan tubuh gadis yang jatuh tadi menghilang di udara.

Aku hanya bisa menatap tak percaya.

Apa semua itu tadi hanyalah ilusiku belaka?

"...."

Aku menarik nafas dalam-dalam. Jantungku mulai kembali pada tempo yang seharusnya.

Sepertinya begitu... ini semua karena aku terlalu lama berjalan kaki.

Haripun sudah semakin larut, aku juga belum menemukan rumah yang nantinya akan kujadikan tempat tinggal selama disini. Tapi aku juga tidak bisa membohongi rasa penasaran yang bergejolak di dadaku.

Kemana gadis yang terjatuh itu?

Aku kembali memandang sungai penuh batu itu. Apa yang harus kulakukan.




-End of the memori one-

=====================================================================

Cerita pertama selesai, Memori dua akan diupdate minggu depan jadi mohon bersabar ya.


Cerita selanjutnya, klik tulisan di bawah.
-Memori Two-

Komentar

  1. Agak nggantung ya endingnya . .??
    Jadi siapa gadis itu . .?? dan jalan apa yang dia maksud . .??
    Gue kok jadi ikut2an bertanya gini yak . . -_-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masih ada sambungannya gan...
      minggu depan memori 2 akan rilis.

      Hapus
  2. Keren...,jadi penasaran dengan lanjutannya...

    BalasHapus
  3. Balasan
    1. Cerita lanjutannya akan saya post minggu depan.

      Hapus
  4. penasaran juga jadinya....saya suka pas menerangkan jalan menuju desa, seperti mengandung misteri di dalamnya. saya nunggu lanjutannya aja gan. makasih ya mas ara. salam sahabat blogger.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya gan, mungkin akan saya post minggu depan untuk sistem minggu.

      Hapus
  5. Gini nih kalo yang suka nnton anime gantung
    bikin ceritanya juga gantung, bikin penasaran aja ahah :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sabar ya...ahaha
      minggu depan memori two akan saya post.

      Hapus
  6. serem ya klo ketemu orang yg uda siap terjun gitu

    BalasHapus
  7. jdi meraskan kegalauan itu, bikin penasaran...siapakah gadis itu sesungguhnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah kok galau sih gan?

      minggu depan ya lanjutannya.

      Hapus
  8. aku penasaran,apakah ini tulisan ada lanjutannya mas ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada kok, seluruhnya ada 8 part...

      Hapus
    2. aku siap lanjut baca,nih masih nongkrong diblog mas, kopinya mana nih *ehm xD

      Hapus
    3. Kamis depan ya gan
      biar terjadwal postingannya.

      Hapus
  9. Penasaran.. penasaran, aku penasaran apa yang akan terjadi nanti. Ada berapa memory nih ceritanya?

    Aku bacanya bingung sih tapi sesuatu yg membingungkan malah bikin penasaran

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada 8 memori seluruhnya

      ini yang buat temen saya, saya aja sedikit bingung pas pertama baca.

      Hapus
  10. kau berhasil mengaduk-aduk perasaanku ... can't wait 4 t next episode ...!

    BalasHapus
  11. Pelajaran pertama yang gue dapet adalah, jangan malu atau lupa untuk bertanya terlebih dahulu jika kita baru pertama kali melakukannya.

    gadis kecil itu, orang juga atau hantu ya ? kedatangannnya dan gerak-geriknya misterius.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, malu bertanya ntar kelaparan dialan karena nggak tahu dimana tempat makan.

      Saya beranggapan dia hantu...kayaknya.

      Hapus
  12. hmm, sudah kuduga. pasti bakal ada yang part 2...
    gue jug apenasaran. kenapa nggak ada darah di batu....
    dan, kemanakah gadis itu......

    BalasHapus
  13. Yah gantung deh. Penasaran nih sama kelanjutannya. Langsung aja delapan dekapannya di upload sekarang gimana? Hehehe. 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau langsungntar saya post apa lagi donk.

      Hapus
  14. Itu ilustrasi gambarnya bikin sendiri apa nyari? Nambah kesan kehororan ilustrasinya.

    Dua gadis itu hantu bukan ya? Kalo yang pertama sih bisa aja gadis itu emang pergi lewat jalan lain yang dia buat sendiri. Kalo gadis yang kedua, gadis itu terjun kebawah tapi nggak ada bekasnya sama sekali. Curiga kalau dia hantu.

    Gadis kedua bukan gadis pertama yang dilihat kan? Soalnya kalo iya, pasti dia kenal dari matanya yang berwarna merah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau dijelasin kayaknya susah gan
      saya aa yang nulis susah banget buat ngerti alan ceritanya gimana.

      gambarnya ambil dari web lain..itu kan dah ada credit untuk webnya.

      gadis kedua rasanya emang beda kok.

      Hapus
  15. Imajinasi otakku bermain saat membaca tulisan ini. bener2 mengerikan ada sebuah tempat terpencil yg dipenuhi kegelapan kemudian tiba2 disapa oleh gadis kecil bermata tajam dengan iris berwarna merah darah. lalu bertemu di jembatan dan dia malah melompatkan dirinya ke jurang. Horor dan keren banget. ditunggu kelanjutannya mas ara :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, saya update kamis...pas malem jum'at :D

      Hapus
  16. ceritanya bagus-bagus bos... jadi betah baca-baca di blog ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih...
      kritik dan sarannya kala bisa gan

      Hapus

Posting Komentar

Pengunjung yang baik selalu berkomentar yang baik dan relevan.
Terimakasih.

Postingan Populer