#Reminisce - Memori Seven: Old Picture

#ULW - [IKKEMAN] [ЯƎMIИIƧƆƎ]

~Story Index : "Click Here"
 Written by Ara
=============================================

~Chapter VI


------------------------------
          "Old Picture"
------------------------------


Uhhuukkk...uhukkk

Uhhuuukk

“Kenapa Kak Ady? Kakak nggak apa-apa kan?” Tanya gadis manis yang paling bersemangat di antara kami – Reva.

“Nggak, nggak apa-apa. Kakak cuma nggak terbiasa dengan banyak debu seperti ini.”

“Hooo...pasti Kakak nggak pernah bersih-bersih di rumah,” balasnya dengan ucapan yang pastinya bertujuan untuk mengejekku.

Hari ini setelah selesai pelajaran, awalnya aku ingin memulai aktifitas klub literatur yang ada di sekolah ini. Aku ingin melakukan sesuatu pada klub ini setelah aku diminta menjadi pembimbing oleh anggotanya. Namun setelah kami sampai ke ruang klub, aktifitas yang sudah kurencanakan berubah menjadi kegiatan bersih-bersih ruangan.

Fajar mengatakan bahwa sudah sepuluh bulan klub ini tidak pernah aktif, alhasil banyak sekali debu di dalam ruangan ini. Selain itu meja dan barang-barang di ruangan ini juga berantakan. Entah apa yang terjadi pada ruangan ini tapi akhirnya kami membersihkan semuanya.

“Kakak hanya sedikit alergi debu, makanya batuk-batuk gini,” bantahku kepadanya.

Sebenarnya, aku memang jarang membersihkan rumahku sendiri baik itu rumah di desa ini ataupun rumahku yang ada di jepang.

“Kalau gitu, kakak istirahat aja dulu daripada entar tambah sakit,” ucap Ratna yang terlihat sangat khawatir padaku.

“Nggak apa-apa kok, Kakak masih bisa bantu,”  balasku sambil tersenyum.

“Iya Ratna, Kak Ady nggak apa-apa kok. Kan dia cuma bohong kalau alergi,” sambung Reva sambil melihat ke arahku.

Saat mendengar ucapan Reva, tiba-tiba saja aku teringat dengan perkataan Nadhifa saat malam itu. Aku melirik ke arahnya yang sedang menyapu, dan dia hanya tersenyum saja. Hal itu malah membuatku canggung jadi aku kembali melanjutkan tugasku.

Saat aku kembali menyapu debu dari meja dan rak, aku mengingat jumlah anggota dari klub ini. Sebelumnya saat di ruang guru aku mengetahui bahwa jumlah anggota klub ini ada lima orang.

“Mana Icha? Dia nggak datang ke klub atau kau tidak memberitahunya,” tanyaku pada Reva.

“Apa maksudmu kak Ady?” Dia malah balik bertanya padaku.

“Bukankah dia anggota klub juga, seharusnya dia datang dan ikut membantu membersihkan ruangan ini.”

“Bukan kak Ady, dia memang akrab dan sering bersama kami tapi sayangnya dia bukan anggota klub literatur,” jawab Reva menerangkan padaku.

“Hmm... kupikir dia juga anggota. Karena di juga ikut mengantarku saat kalian meminta agar aku jadi pembimbing kalian.”

Aku berpikir sejenak, kalau Icha bukan anggota ke lima lalu siapa. Karena penasaran, aku berniat menanyakannya pada Reva. Namun belum sempat aku bertanya, Nadhifa tiba-tiba memotong dan mengalihkan pembicaraanku.

“Jika kak Ady punya waktu untuk mengobrol. Lebih baik kak Ady gunakan untuk membersihkan ruangan ini agar lebih cepat selesai.”

Itulah yang Nadhifa ucapkan padaku. Mau tak mau aku lebih memilih untuk cepat membersihkan ruangan klub. Soal anggota aku bisa menanyakannya dilain waktu.



***



Mungkin sudah dua jam sejak kami membersihkan ruangan ini bersama-sama, tapi masih banyak debu yang terlihat. Sepertinya kami masih harus lebih berkeringat lagi dalam cuaca cerah yang panas hari ini.

Saat kami membersihakan, tiba-tiba saja Reva berteriak dengan riang hingga membuat kami semua terkejut.

“Ketemu...ahaha... aku menemukannya.”

“Ada apa Reva? Apa yang kau temukan?”



pianika
dita11ips1.blogspot.com

Saat melihatnya ada benda yang seperti sebuah alat musik dipegang oleh Reva. Sebuh alat musik yang ada tuts piano namun dimainkan dengan cara ditiup dari ujungnya.

Tanpa memperhatikanku, Reva segera berlari menuju Nadhifa sambil membawa alat musik itu lalu menunjukkannya.

“Kak Nadhifa, lihat ini! Aku menemukan pianika milikmu.”

“Ini... dimana kau menemukannya?” Tanya Nadhifa sambil mengambil alat musik itu.

Reva kemudian menunjuk ke arah rak yang ada di dekat dinding “Disana....”

“Aku menemukannya di balik rak itu. Saat melihatnya aku langsung tahu kalau itu punya kak Nadhifa karena ada sticker yang kita dapat saat membelinya bersama dengan Kak-”

Suasana tiba-tiba berubah menjadi aneh, kegembiraan Reva tadi langsung menghilang dan dia tak lagi melanjutkan kata-katanya. Reva tampak diam begitu juga Nadhifa, Ratna dan Fajar, aku sendiri menjadi kebingungan dengan kondisi ini.

“Ada apa ini? Kenapa suasanya jadi aneh begini?”

Dalam suasana yang aneh itu aku benar-benar bingung mau berkata apa. Rasa tak nyaman untuk diam dan lebih tak nyaman lagi untu bicara. Disaat seperti itu, Fajarlah yang mengambil peran untuk membalikkan suasana.

“Sudah-sudah lebih baik kita cepat bersihkan ruangan ini. Reva, jika kau menemukan benda yang lainnya lebih baik kau letakkan di luar biar nanti bisa kita ambil setelah membersihkan ruangan.”

Mendengar ucapan Fajar, sepertinya wibawaku sebagai guru sudah sangat kalah darinya. Itu terbukti saat semuanya kembali mengerjakan tugasnya masing-masing. Bahkan Reva yang kadang tak mendengarkanku langsung menurut saat mendengar ucapan Fajar.

Aku kembali menyapu dan mengelap semua debu yang ada di rak dan meja. Semua bagian aku bersihkan dari atas, bawah sampai sudut-sudutnya. Bahkan laci yang ada di meja juga aku bersihkan dari debu dan sarang laba-laba.

Saat itulah aku menemukan sesuatu di dalam laci meja. Saat aku tarik keluar, ternyata itu sebuah foto dengan lima orang yang sedang berpose di dalamnya. Aku melihat Fajar, Ratna, Nadhifa dan Reva bersama seorang gadis cantik yang ada di tengah foto.

“Ada apa kak Ady? Kenapa anda berhenti? Apa sudah merasa capek?” tanya Fajar yang tiba-tiba mengagetkanku.

Karena rasa terkejut itu, aku langsung saja memasukkan foto itu ke dalam kantong celanaku.

“Tidak apa-apa, hidungku hanya sedikit gatal,’ ucapku sambil berakting dengan menggaruk hidung.

Setelah itu, kami melanjutkan lagi kegitan kami hari itu. Cukup lama hingga tak terasa hari sudah benar-benar sore setelah kami selesai membersihkan semuanya. Karena sudah merasa kelelahan, akhirnya kami memutuskan untuk pulang sedangkan aktifitasnya akan dilanjutkan besok.



***



Malam ini sungguh indah dengan tiupan angin sepoi dan pancaran sinar bulan yang terang di langit yang penuh bintang. Aku sedang duduk bersantai di dekat jendela, tak ada yang bisa kulakukan setelah makan selain bersantai ataupun mengecek pelajaran untuk besok.

Dalam keadaan itu, Aku mengeluarkan foto yang sebelumnya aku temukan dalam ruangan klub. Foto ini terlihat cukup jadul, tampak jelas bahwa foto ini diambil menggunakan kamera tua.

polaroid
datacenterdude.com


“Ternyata masih ada orang yang menggunakan kamera polaroid di jaman seperti ini,” ucapku sambil melihat foto tersebut.

Bagian bawah foto itu semuanya putih yang merupakan ciri dari kamera polaroid. Dan fotonya sendiri ada di atas bagian putih dengan lima orang sedang tersenyum di dalamnya.

Aku pandangi foto itu dengan seksama, yang aku lihat adalah gadis manis yang berada di tengah yang lainnya. Saat itulah aku mengingat pembicaraanku dengan Aurora saat di kota sebelah.

“Aku tak pernah melihatnya di kelas. Mungkinkah dia murid yang di ceritakan oleh Aurora?”

Aku pandangi lagi foto itu dengan seksama untuk lebih memastikan lagi.

“Wajah gadis ini, sepertinya aku pernah melihatnya. Tapi dimana?” tanyaku dalam hati.

Aku begitu penasaran dengan gadis yang ada pada foto bersama dengan keempat anak itu. Aku lalu mengambil hp-ku dan membuka daftar kontaknya. Aku tekan tombol hp itu untuk mencari nama kontak yang aku inginkan.

“Haruskah aku menelponnya?” ucapku sambil melihat nomor kontak di hp dengan perasaan ragu.

“Jika aku menelponnya kemungkinan besar dia hanya akan menggodaku dan banyak mengalihkan pembicaraan,” gumamku sambil menatap kontak dengan nama Aurora itu.

“Sepertinya aku tak punya pilihan.”

Saat aku hendak menekan tombol call tiba-tiba aku mendengar senandung yang kudengar kemarin. Senandung yang bahkan dinyanyikan oleh Nadhifa, Reva, Ratna dan beberapa anak lainnya. Senandung itu bergema di malam sunyi ini. Lantunannya membuatku menoleh ke luar jendela untuk mencari sumber suara tersebut.

Lama-kelamaan suara senandung itu semakin menghilang, mungkin karena sumber suaranya sudah cukup jauh dari rumahku. Aku melihat lagi mencari keluar jendela hingga akhirnya aku menemukan sosok yang menjadi sumber suara itu. Seorang gadis berbaju putih dengan kacamata yang melekat di matanya sedang berjalan di kesunyian malam itu. dia adalah Nadhifa dan dia sedang berjalan menuju tempat dimana aku bertemu dengannya dimalam sebelumnya.

“Apa yang dia lakukan malam-malam begini?”



==========================================================================

Maaf ya, ampir lupa buat update nih.
Selamat membaca.

Sebelumnya                                                                                                                          Selanjutnya
Memori Six                                                        Memori Eight

Komentar

  1. huhuu.. lagi lagi nadhifa yg tibatiba muncul.. Makin mencurigakan nih si nadhifa..
    Cewe yg di foto itu pasti yg ady liat di jembatan wkt itu, pasti dia udh mati.. Hmm.. Penasaran nih, tinggal 1 memori lagi, siapakah perempuan yg ada difoto itu? Hohoo..

    BalasHapus
    Balasan
    1. memori selanjutnya bakal bikin penasaran lagi dan bikin ente nanya. kok cuma gitu

      heheh

      Hapus
  2. manatap ceritanya ngalir. endingna juga ngambang bikin penasaran. kayak arwah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih gan
      saya juga nggak nyangka bsa ngalir gini saya nulisnya

      Hapus
  3. ceritanya seru, ditunggu kisah selanjutnya :)

    BalasHapus
  4. Mantap rumahnya selain di kampung, juga punya di Jepang

    BalasHapus
  5. ini cerita dari novel bukan mas ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. bukan

      ini cerita buatanku dan temenku kok
      dan khusus yang ini aku yang nulis

      Hapus
  6. Wih, makin seru aja nih cerita. Ditunggu kelanjutannya ya :D
    Oh iya, itu gurunya kasihan banget ya. Wibawanya kalah gitu sama si Fajar. Mungkin si Fajar memang titisan Mario Teguh kali. Jadi dia bisa sebijak dan sewibawa gitu

    BalasHapus
    Balasan
    1. ckckc
      mungkin aja gan.

      siapa tahu ntar dia buat acara sendiri.

      Hapus
  7. ceritanya seru tapi belum nyampe selesai bacanya :D mau lanjutin baca dulu ahh hehe

    BalasHapus
  8. ciye, mas ara jago amat. Ceritanya kok seru gini, ngalir lagi bacanya..

    BalasHapus
  9. Woah ceritanya bersambung ya :3 kudu baca dari awal nih :D

    BalasHapus
  10. Baru sempat baca lanjutannya. Wah semakin seru ceritanya...

    Nadhifa memang misterius, mungkin ada yang dia sembunyikan, hmmnnn...
    Gadis yang ada dalam foto itu, dia gadis yang jatuh itu yah?

    Gadis yang jatuh itu adalah murid yang meninggal di sekolah, dan dia merupakan anggota di klub literatur, jadi fotonya ada bersama dengan anggota klub yang lain, yang saya tanggap begitu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. sepertinya kamu cukup mengerti yasama alur ceritanya

      Hapus
    2. Tapi saya sedikit bingung dengan peran nadhifa di cerita ini.
      Si nadhifa ada hubungannya dengan gadis itu yah?

      Hapus
    3. kan, udh jelas tuh. mereka dalam satu klub yang sama jadi pastinya mereka temenan

      Hapus
    4. Soalnya dalam cerita ini nadifa sangat misterius. Malam-malam duduk di sungai sendiri. Kayak ada yang dia sembunyikan. Mungkin ada yang dia ketahui tentang gadis di jembatan itu, atau dia merahasiakan sesuatu, atau dulu dia dekat dengan gadis itu, atau semacamnyalah. (he..he.., maaf kalau banyak tanya..)

      Hapus
    5. dia sama yang lainnya deket banget kok
      tapi rasanya dia yang paling sedih diantara semuanya

      Hapus
    6. Oh...

      Saya kira nadhifa punya peran tersendiri dalam cerita ini...

      Hapus

Posting Komentar

Pengunjung yang baik selalu berkomentar yang baik dan relevan.
Terimakasih.

Postingan Populer