#Reminisce - Memori Four: Secret Meeting
[IKKEMAN] [ЯƎMIИIƧƆƎ]
~Story Index : "Click Here"
Writen by Vallen
=============================================
~Chapter IV
------------------------------
"Secret Meeting"
------------------------------
"Hmmm, pak guru satu ini ternyata banyak sekali keingintahuanya, 'ngga bagus lho itu," Seru Rora sembari menyentil kening guru muda itu.
"Aw, memang kenapa dengan itu, manusia bisa maju karena daya ingin tahunya. Benar kan?" Jawab Ady dengan muka polos.
“Ya, ya, ya kau memang benar, tapi tak semua hal kau harus tahu bukan?” Rora melengos pergi ke balik mejanya lagi, sembari menuliskan sebuah catatan-catatan kecil, “Lagi pula itu juga kejadian yang sudah berlangsung lama, tak usahlah kau pikirkan.” Celotehnya lagi dengan sedikit tersenyum.
“Kalau begitu pertanyan terakhir, apa gadis itu mengakhiri hidupnya dengan loncat dari atas sungai?” Ady bertanya dengan pandangan mata yang menyala-nyala.
“Baiklah, baiklah. Sepertinya aku mendapat pasien yang sedikit berisik sekarang.” Rora sedikit menghela nafasnya, dia melihat ke arah Ady kembali, melihat matanya yang penuh akan tanda tanya itu, Aurora sedikit tersenyum kecil. “Ah mungkin kau bisa menghilangkan kebosananku sebentar guru bandel.”
“Kalau begitu ceritakanlah sekarang juga,” Ujar Ady tak sabaran.
“Apa kau lupa sekarang kau sedang mengajar?” Balas Rora tersenyum manja.
“Kau pintar sekali mengalihkan pembicaraan.” Nada suara Ady sedikit kesal sembali melangkah pergi keluar ruangan.
“Hahaha.” Aurora hanya membalas ejekan Ady dengan tawa yang setengah hati, Rora yang langsung berdiri dan membuka jendela itu.
“Baiklah, besok minggu kita bertemu di luar desa, bagaimana?” Tiba-tiba saja Ady memberikan sebuah ajakan yang cukup berani kepada Rora.
Rora tak menoleh sedikitpun ke arah Ady, dia hanya memandang keluar jendela menikmati angin yang berhembus.
“Bagaimana? Kau mau tidak,” Kata Ady tak sabaran menunggu jawaban Rora yang cukup lama itu.
“Kenapa harus di luar desa, kenapa tak sehabis pulang sekolah di sini atau di warung dekat sini?” Balas Rora yang masih tak bergeming itu.
“Aku hanya merasa seperti itu, lagiupula aku ingin mengenal tempat-tempat di sekitar sini, bukanlah ide yang buruk menurutku,” Jawab Ady tanpa ragu sedikitpun.
Terlihat jelas lagi-lagi sebuah senyum kecil menggores di bibir Rora.
“Ahahahaha, kau cukup menarik pak guru muda.” Rora mulai menunjukan pergerakan karena respon Ady yang cukup mengagetkannya.
“Baiklah, aku terima tawaranmu.” Meskipun ia menerima tawaran guru jepang itu tapi Rora masih belum mau memalingkan wajahnya.
“Hey, hey, bukankah itu sedikit tidak sopan menerima ajakan seseorang tanpa menunjukan wajah seperti itu.” Ady sedikit kesal karena kelakuan Rora yang menurutnya aneh itu.
Dengan posisi sedikit mendongak Rora mulai menggerakan kepalanya, sedikit miring kekanan tapi kau bisa dengan jelas melihat wajahnya yang lumayan cantik itu, sebuah senyum simpul tepat berada di sana di bibir merahnya.
“Heh, baiklah kalau begitu, nanti sepulang sekolah aku beri nomer handphoneku, jangan lari kau.” Ady menghela nafas dan kemudian benar-benar melangkah pergi, “Ah, dan satu lagi, itu kebiasaan buruk untuk tulang lehermu bukan, kau seharusnya lebih tahu itu suster.” Dan setelah itu Ady menggerakan kakinya meluncur ke luar ruangan.
Hari mulai sore dan Ady masih saja berjalan menyusuri pinggir jalan bebatuan itu, pemandangan hijau sawah terbentang luas di samping kanan dan kirinya, dengan sebuah kertas kecil di tanganya Ady menoleh ke sana kemari seperti mencari-cari arah tujuanya.
Lama sudah dia berjalan, panas dan letih yang menjdi satu membuat Ady merasakan sebuah furstasi hebat di dalam dirinya sendiri, “Damn, hari ini aku sial sekali,” Pungkasnya dalam hati.
Mungkin memang semenjak pagi tadi, Ady seperti diliputi kesialan. Mulai dari bangun kesiangan, baju hamper gosong karena setrika, sarapan yang terbuang percuma karena tersenggol di atas kompor, dan masih banyak lagi.
“Sepertinya dewi keberuntungan sedang bermain dengan lelaki lain, hmmp!” Serunya dengan dongkol.
Tak berselang lama, akhirnya sampai juga ia di sebuah jalan besar antar desa, baru menunggu beberapa menit sebuah angkot langsung menghampirinya, dengan perasaan lega Ady langsung menunggangi angkot itu seketika.
“Kemana bang?” Tanya supir angkot sambil bersandar di pintu.
“Itu ke desa Badar Besi, jauh tidak kelihatannya?” Jawab Ady yang disusul pertanyaan.
“Ya, lumayanlah, Badar Besi yah. Oke.”
Ady yang duduk di samping supir itu sedikit lega karena jarak yang ditempuh sepertinya tak terlalu jauh, dan lebih senangnya lagi karena AC angkot yang ia kendarai berfungsi dengan sempurna, sedikit dingin untuk jiwa yang mulai panas.
Tanpa jeda waktu yang lama, Ady sudah sampai di jalan yang menuju desa Badar Besi. Setelah membayar angkot yang segera melengos pergi itu, Ady berjalan dengan tenang karena tempat tujuannya sudah dekat.
Sesampainya di desa Badar Besi, Ady terkejut dengan keadaan desa tetangga itu, meskipun jaraknya tak terlalu jauh, akan tetapi keadaan desa Badar Besi lebih modern daripada Kalimaya.
“Hey, lama sekali kau sampai disini.” Tiba-tiba saja suara seorang wanita mengagetkan Ady dari belakang.
“Oh, kau ternyata.”
“Hmm, ada apa? Kenapa pasang wajah bingung seperti itu pak guru muda?”
“Ah, tidak, hanya saja desa ini terasa lebih hidup dan meriah.”
“Benarkah? Ah itu hanya perasaanmu saja.”
“Eh….”
“Oke, mari sini, bukanya kau berjanji mentraktirku sesuatu.” Rora dengan cekatan langsungmengajak Ady kesebuah warung tak jauh dari pasar desa Badar Besi. Setelah lama memilih dan memesan makanan, Ady mulai membuka percakapan mereka yang tertunda.
“Aku heran, kenapa kau memilih tinggal di desa tetangga seperti ini jika kau harus mengajar di Kalimaya.” Tanya Ady dengan lirih sambil memainkan balok-balok es di minumanya.
“Emm, dijawab engga ya…. Kasih tau engga ya” Gumam Rora sembari memalingkan wajahnya kesamping.
“Hey hey, aku sudah memenuhi janjiku, sekarang giliranmu memenuhi janjimu, nona muda.” Gerutu Ady sembari menyeruput es teh manis itu.
“Hahaha, baiklah baiklah. Tak sabaran sekali kau ini.”
“Dan menyebalkan sekali kau ini.”
“Ah, makanya kau tak dapat kekasih sampai sekarang, penggerutu.”
“S-siapa yang tak punya kekasih!.”
“Ahaha, kau memang asik dipermainkan seperti ini.” Kembali lagi Rora menunjukan senyum manisnya itu, dan kembali lagi juga Ady terperangkap dalam basa-basi Rora yang selalu saja mengalihkan topik pembicaraan.
“Aurora, tolong beritahu aku tentang kejadian yang kau ceritakan dulu.” Karena sudah lama Ady menahan diri, akhirnya kesabaranya patah juga.
“Ahem, baiklah, jika guru muda di depanku ini memaksa, lagipula aku juga akan menceritakan kejadian aneh yang terjadi waktu itu.” Tiba-tiba saja mimik muka Rora berubah drastis, seakan-akan sesuatu yang aneh telah terjadi di depan matanya.
============================================
Sebelumnya Selanjutnya
Memori Three Memori Five
~Story Index : "Click Here"
Writen by Vallen
=============================================
~Chapter IV
------------------------------
"Secret Meeting"
------------------------------
"Hmmm, pak guru satu ini ternyata banyak sekali keingintahuanya, 'ngga bagus lho itu," Seru Rora sembari menyentil kening guru muda itu.
"Aw, memang kenapa dengan itu, manusia bisa maju karena daya ingin tahunya. Benar kan?" Jawab Ady dengan muka polos.
“Ya, ya, ya kau memang benar, tapi tak semua hal kau harus tahu bukan?” Rora melengos pergi ke balik mejanya lagi, sembari menuliskan sebuah catatan-catatan kecil, “Lagi pula itu juga kejadian yang sudah berlangsung lama, tak usahlah kau pikirkan.” Celotehnya lagi dengan sedikit tersenyum.
“Kalau begitu pertanyan terakhir, apa gadis itu mengakhiri hidupnya dengan loncat dari atas sungai?” Ady bertanya dengan pandangan mata yang menyala-nyala.
“Baiklah, baiklah. Sepertinya aku mendapat pasien yang sedikit berisik sekarang.” Rora sedikit menghela nafasnya, dia melihat ke arah Ady kembali, melihat matanya yang penuh akan tanda tanya itu, Aurora sedikit tersenyum kecil. “Ah mungkin kau bisa menghilangkan kebosananku sebentar guru bandel.”
“Kalau begitu ceritakanlah sekarang juga,” Ujar Ady tak sabaran.
“Apa kau lupa sekarang kau sedang mengajar?” Balas Rora tersenyum manja.
“Kau pintar sekali mengalihkan pembicaraan.” Nada suara Ady sedikit kesal sembali melangkah pergi keluar ruangan.
“Hahaha.” Aurora hanya membalas ejekan Ady dengan tawa yang setengah hati, Rora yang langsung berdiri dan membuka jendela itu.
“Baiklah, besok minggu kita bertemu di luar desa, bagaimana?” Tiba-tiba saja Ady memberikan sebuah ajakan yang cukup berani kepada Rora.
Rora tak menoleh sedikitpun ke arah Ady, dia hanya memandang keluar jendela menikmati angin yang berhembus.
“Bagaimana? Kau mau tidak,” Kata Ady tak sabaran menunggu jawaban Rora yang cukup lama itu.
“Kenapa harus di luar desa, kenapa tak sehabis pulang sekolah di sini atau di warung dekat sini?” Balas Rora yang masih tak bergeming itu.
“Aku hanya merasa seperti itu, lagiupula aku ingin mengenal tempat-tempat di sekitar sini, bukanlah ide yang buruk menurutku,” Jawab Ady tanpa ragu sedikitpun.
Terlihat jelas lagi-lagi sebuah senyum kecil menggores di bibir Rora.
“Ahahahaha, kau cukup menarik pak guru muda.” Rora mulai menunjukan pergerakan karena respon Ady yang cukup mengagetkannya.
“Baiklah, aku terima tawaranmu.” Meskipun ia menerima tawaran guru jepang itu tapi Rora masih belum mau memalingkan wajahnya.
“Hey, hey, bukankah itu sedikit tidak sopan menerima ajakan seseorang tanpa menunjukan wajah seperti itu.” Ady sedikit kesal karena kelakuan Rora yang menurutnya aneh itu.
Dengan posisi sedikit mendongak Rora mulai menggerakan kepalanya, sedikit miring kekanan tapi kau bisa dengan jelas melihat wajahnya yang lumayan cantik itu, sebuah senyum simpul tepat berada di sana di bibir merahnya.
“Heh, baiklah kalau begitu, nanti sepulang sekolah aku beri nomer handphoneku, jangan lari kau.” Ady menghela nafas dan kemudian benar-benar melangkah pergi, “Ah, dan satu lagi, itu kebiasaan buruk untuk tulang lehermu bukan, kau seharusnya lebih tahu itu suster.” Dan setelah itu Ady menggerakan kakinya meluncur ke luar ruangan.
[***]
js.ugm.ac.id |
Hari mulai sore dan Ady masih saja berjalan menyusuri pinggir jalan bebatuan itu, pemandangan hijau sawah terbentang luas di samping kanan dan kirinya, dengan sebuah kertas kecil di tanganya Ady menoleh ke sana kemari seperti mencari-cari arah tujuanya.
Lama sudah dia berjalan, panas dan letih yang menjdi satu membuat Ady merasakan sebuah furstasi hebat di dalam dirinya sendiri, “Damn, hari ini aku sial sekali,” Pungkasnya dalam hati.
Mungkin memang semenjak pagi tadi, Ady seperti diliputi kesialan. Mulai dari bangun kesiangan, baju hamper gosong karena setrika, sarapan yang terbuang percuma karena tersenggol di atas kompor, dan masih banyak lagi.
“Sepertinya dewi keberuntungan sedang bermain dengan lelaki lain, hmmp!” Serunya dengan dongkol.
Tak berselang lama, akhirnya sampai juga ia di sebuah jalan besar antar desa, baru menunggu beberapa menit sebuah angkot langsung menghampirinya, dengan perasaan lega Ady langsung menunggangi angkot itu seketika.
“Kemana bang?” Tanya supir angkot sambil bersandar di pintu.
“Itu ke desa Badar Besi, jauh tidak kelihatannya?” Jawab Ady yang disusul pertanyaan.
“Ya, lumayanlah, Badar Besi yah. Oke.”
Ady yang duduk di samping supir itu sedikit lega karena jarak yang ditempuh sepertinya tak terlalu jauh, dan lebih senangnya lagi karena AC angkot yang ia kendarai berfungsi dengan sempurna, sedikit dingin untuk jiwa yang mulai panas.
Tanpa jeda waktu yang lama, Ady sudah sampai di jalan yang menuju desa Badar Besi. Setelah membayar angkot yang segera melengos pergi itu, Ady berjalan dengan tenang karena tempat tujuannya sudah dekat.
Sesampainya di desa Badar Besi, Ady terkejut dengan keadaan desa tetangga itu, meskipun jaraknya tak terlalu jauh, akan tetapi keadaan desa Badar Besi lebih modern daripada Kalimaya.
ponjong.com |
“Hey, lama sekali kau sampai disini.” Tiba-tiba saja suara seorang wanita mengagetkan Ady dari belakang.
“Oh, kau ternyata.”
“Hmm, ada apa? Kenapa pasang wajah bingung seperti itu pak guru muda?”
“Ah, tidak, hanya saja desa ini terasa lebih hidup dan meriah.”
“Benarkah? Ah itu hanya perasaanmu saja.”
“Eh….”
“Oke, mari sini, bukanya kau berjanji mentraktirku sesuatu.” Rora dengan cekatan langsungmengajak Ady kesebuah warung tak jauh dari pasar desa Badar Besi. Setelah lama memilih dan memesan makanan, Ady mulai membuka percakapan mereka yang tertunda.
“Aku heran, kenapa kau memilih tinggal di desa tetangga seperti ini jika kau harus mengajar di Kalimaya.” Tanya Ady dengan lirih sambil memainkan balok-balok es di minumanya.
“Emm, dijawab engga ya…. Kasih tau engga ya” Gumam Rora sembari memalingkan wajahnya kesamping.
“Hey hey, aku sudah memenuhi janjiku, sekarang giliranmu memenuhi janjimu, nona muda.” Gerutu Ady sembari menyeruput es teh manis itu.
“Hahaha, baiklah baiklah. Tak sabaran sekali kau ini.”
“Dan menyebalkan sekali kau ini.”
“Ah, makanya kau tak dapat kekasih sampai sekarang, penggerutu.”
“S-siapa yang tak punya kekasih!.”
“Ahaha, kau memang asik dipermainkan seperti ini.” Kembali lagi Rora menunjukan senyum manisnya itu, dan kembali lagi juga Ady terperangkap dalam basa-basi Rora yang selalu saja mengalihkan topik pembicaraan.
“Aurora, tolong beritahu aku tentang kejadian yang kau ceritakan dulu.” Karena sudah lama Ady menahan diri, akhirnya kesabaranya patah juga.
“Ahem, baiklah, jika guru muda di depanku ini memaksa, lagipula aku juga akan menceritakan kejadian aneh yang terjadi waktu itu.” Tiba-tiba saja mimik muka Rora berubah drastis, seakan-akan sesuatu yang aneh telah terjadi di depan matanya.
============================================
Sebelumnya Selanjutnya
Memori Three Memori Five
itu pemandangannya kayak yang kenal dan juga kayak yang pernah kesana :)
BalasHapusIyakah, saya ambil gambar random sih dari google tapi tetep ada creditnya
HapusIya, kayak nya gue kenal dengan tempat itu, dimana yaa *mulaimikir*
Hapuskalau desanya itu udah ada tuh desa jompong kalau nggak salah
Hapussalah, ternyata ponjong
HapusWhat happen? itu ada kejadian apa? bikin penasaran aja kau ra.
BalasHapusCeritanya bagus Ra, awalnya agak bingung juga sih. Tapi setelah mendekati cerita Rora jadi mulai tahu alurnya. Keren. Cara mengakhiri ceritanya juga bikin penasaran...
itu Kira ngapain sih liatin gue?? :3
hati-hati
Hapusdia udah megang buku loh
awalnya agak bingung ya gan...hmm
Iya ra, aku kira tokoh utamanya si Ady tapi kayanya malah si Roralah tokoh utamanya..
Hapusah, auranya Ady jadi sedikit banget ya di part ini
HapusAku agak bingung nih ceritanya... kurang paham dengan karakternya, cuma si tokoh utama doang kayaknya yang bisa aku tangkep... endingnya bagus menurutku, cuma pas diawal ke tengah agak bingung...
BalasHapuseh gitu ya gan
Hapusemm,...diawal ya yang bikin bingung
Bener sih terlalu banyak ingin tahu nggak bagus, kepo ajut nih si ady.
BalasHapusWah aku jadi penasaran deh apa yang akan diceritain aurora nanti, apa jangan-jangan gadis yg di chapter pertama itu hantu? Atau mau cerita yang lain. Bagus sih ceritanya penggambaran latarnya dapet banget.
Ini desa kalimaya apanya athena ya?
kalimaya gan kok bisa athena sih
Hapusmungkin aja dia hantu mungkin aja nggak
hehe
Apa-apa-apaaa? Apa yang terjadi dulu, Rora. :D
BalasHapuseh itu entar ceritanya begitu pulang si Ady, pasti si Rora kangen deh, ingin dikunjungi lagi. Perasaan perempuan gitu. Apalagi didatangi lelaki yang mungkin ia tertarik. Besok kalau mau nostalgia, biasanya si cewek dlm hal imi si Rora, bakalan menelusuri tempat-tempat yang dia lalui bersama Ady.
cmiiww.. :3 bagus. lanjutkan!
sayangnya, nggak akan ada adegan Rora kangen sama ady :)
HapusDibikin kangen dooong :(
Hapusnggak bisa dong... Ady nya yg nanti kangen kok
Hapusyaahh.. Spoiler kan, nanti Ady nya kangen :( pasti ada apa-apa nih!
Hapusnggak kangen banget kok si ady nya
Hapuscuma kepikiran aja
Badar Besi itu bener2 ada ya? Ato ngarang? Kalo ngarang kok gambarnya kyk kenyataan gitu? Entah kenapa aku tertarik ke gambarnya :D
BalasHapuscuma ngarang aja kok gan
Hapusitu gambar saya ambil dari google kok
awalnya sempat bingun bacanya, tapi pas mulai baca dan ngikutinn satu-satu ternyata alurnya keren juga ya :D
BalasHapusSelain endingnya bikin penasaran, itu Rora kayaknya jatuh cinta ya?
Kirim salam sama Rora ya, lanjutkan!
Rora bilang walaikumussalam katanya
HapusWah, bikin penasaran. Apa yang terjadi waktu itu Rora ? Alurnya bagus banget. Btw, kepo itu beneran gak bagus. Otak itu kayak gudang, harus dipilih apa saja yang harus disimpan disitu. Kalo semuanya disimpan, gak muat.. Ditunggu yang kelima..
BalasHapusminggu depan ya gan yg kelimanya
Hapussejujurnya beberapa hari ini sedang males baca cerpen...
BalasHapustapi dipaksain juga baca2 dikit2 sampe akhir...
bdw itu desa badar besi beneran ada?
kaya jenis batu akik aja namanya :D
emang dari batu akik kok
Hapustemenku ngarang dari sana
Waduuhh.. Aku udh ketinggalan banyak nih, yg kduanya aja blm baca, ini udh yg keempat aja.. Bentar ya kak, aku baca dri yg ep 2 dulu.. Ntar bru komen lg. Wahahaa *komen macam apa ini?
BalasHapusiya silahkan... ditunggu komennya
HapusUdah dibaca nih kak semuanya! :D
HapusDari awal cerita emang sangat menarik dan bikin penasaran, apalagi sama cewe misterius yg di halte bis sama di sungai.. Itu yg di halte sama yg jatoh disungai org yang sama kan ya? Apa beda?
Ohya, itu pak guru Ady ceritanya orang Jepang asli apa emang ada turunan org Indonesianya juga? Kok namanya kayak orang Indonesia? Cuma Kazami nya doang yang menandakan klo dia org Jepang. Udh gtu b. Indo nya lancar jg lagi, haha.. Apa ntar ada kelanjutannya lagi tentang Ady?
Maaf ya kebanyakan nanya, sama kayak pak Ady tadi, kepo :D Hahahaha
Ditunggu kelanjutan cerita Rora dan Ady di part 5 nya ya!
Kakeknya Ady itu pernah jadi tentara di Indonesia waktu penjajahan. Yang ngajarin Ady bahasa Indonesia itu ya kakeknya
HapusBaru selesai baca part 3 endingnya digantung, jadi bikin penasaran, eh sekarang yang part 4 bikin tambah penasaran, misteri tentang sang gadis masih belum terungkap.
BalasHapusRencana sudah mau tidur setelah baca yang part 4 tapi tidak jadi, harus baca yang part 5.
Okk Lanjut................
saya juga masih belum ngerti loh soal gadis yang dijembatan
Hapus