#Reminisce - Memori Eight: Memori End

#ULW - [IKKEMAN] [ЯƎMIИIƧƆƎ]

~Story Index : "Click Here"
 Written by Ara
=============================================

~Chapter VII


------------------------------
          "Memori End"
------------------------------


bulan malam
embun-setitik.blogspot.com


Malam ini begitu tenang, hembusan angin sepoi memberi kesejukkan tersendiri saat melewati kulitku. Bulan dan bintang bersinar dengan indahnya, sungguh menakjubkan suasana di desa ini daripada di kota-kota besar. Selain keindahan malam, suara hewan malampun terdengar cukup merdu atau bisa dibilang juga cukup menganggu. Ya, bukan itu yang ingin aku jelaskan, keindahan malam ini tak bisa menghilangkan rasa penasaranku. Suara-suara jangkrik dan hewan lainnya juga tak terlalu aku dengarkan secara rinci, itu karena ada suara lain yang ingin aku dengar.

Sebelumnya, saat aku sedang duduk di pinggir jendela sambil memandangi foto yang aku temukan di ruang klub. Aku mendengar kembali senandung yang selalu membuat rasa penasaranku meningkat secara drastis. Saat aku mencari sumber suara, yang aku dapati adalah sosok Nadhifa yang sedang berjalan sendirian di dalam malam. Atau bisa kukatakan sosok seperti Nadhifa.

Aku tak bisa menentukan apakah itu memang Nadhifa ataukah orang lain. Sulit sekali untuk melihat dengan jelas dalam remang malam seperti ini. Apalagi aku melihatnya dari jarak yang cukup jauh.

“Aku harus mengikutinya.”

Ya, sesuai dengan keyakinan yang telah kutetapkan secara matang, aku mencoba untuk mengikuti sosok tersebut. Aku mengurungkan niat awalku yang ingin menelpon Aurora untuk bertanya soal ciri-ciri gadis yang meninggal setahun yang lalu. Toh aku masih bisa bertanya padanya besok saat di sekolah sambil langsung memperlihatkan foto itu kepadanya.


Aku langsung beranjak dari jendela langsung menuju tas ransel milikku. Kugeledah semua isi tas tersebut karena tak menemukan barang yang kucari akhirnya aku keuarkan semua isinya ke lantai. Semua barang dari ranselku jatuh berserakan, ada berbagai macam barang namun hanya satu yang aku perlukan.


“Hah, dimana aku menaruh benda itu.”

Tanganku sibuk mencari barang di lantai dan megeledah kembali di dalam tas. Aku sedang mencari senter milikku, akan sangat bodoh jika aku berjalan dalam kegelapan tanpa menggunakan satupun penerangan. Malam sebelumnya saat aku bertemu dengan Nadhifa di sungai, beberapa kali aku terjatuh karena salah saat melangkahkan kaki. Aku pernah medengar, Orang bijak tak akan melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kali makanya aku mengambil langkah inisiatif seperti ini.

“Ah, ini dia.”

Akhirnya aku menermukan senter itu. Benda ini tersembunyi diantara barang-barangku yang lain. Setelah menemukannya, aku langsung berlari menuju ke pintu untuk segera ke luar dan mengikutinya.

Aku langsung menghidupkan senter itu lalu berjalan, “jalan ini mengarah ke sungai yang kemarin, artinya aku hanya harus mengikuti jalan ini dengan hati-hati.”



putrapenanggunan.blogspot.com

 

Walau aku sudah tak melihat sosok Nadhifa saat aku mengikutinya tapi aku tetap yakin tujuannya pasti sungai yang kemarin. Jika diingat lagi, kejadian ini juga hampir mirip dengan kejadian kemarin. Karena itulah aku jadi lebih yakin pasti Nadhifa akan duduk lagi di pinggir sungai berbatu itu.

Melawati jalan ini, tentu hal yang kulihat hanyalah pohon-pohon yang tumbuh dengan dedaunan yang lebat. Aku ingat ini juga jalan yang aku lalu saat murid-murid itu mengantarkan menuju tempat tinggalku yang sementara. Aku berjalan hati-hati sambil mengarahkan senterku ke depan sambil sesekali memastikan jika aku melihat Nadhifa kembali.


“Apa yang dia pikirkan sebenarnya, berjalan sendirian di malam hari seperti ini.”


Aku berucap pada diriku sendiri untuk mencari tahu alasan  Nadhifa. Hal ini juga aku lakukan untuk menghilangkan rasa capek yang aku alami saat berjalan di jalan yang menanjak. Apa lagi saat siang sebelumnya aku ikut membersihkan ruang klub, jadi wajar saja jika aku merasa lelah. Dan entah kenapa saat melihat Nadhifa malam ini, aku jadi berpikiran apa dia itu gadis super yang tak merasakan lelah sedikitpun. Maksudku, dia juga ikut membantu membersihkan ruangan jadi seharusnya dia juga merasa lelah sepertiku.

Baru setengah perjalanan, aku kembali merancau pada diriku sendiri. Sambil mengingat kejadian kemarin, aku mencoba untuk mencari tahu sendiri tujuannya. Saat itu meski sedang bersenandung aku melihatnya agak sedikit bersedih dan muram.

Jika aku memikirkan hal itu maka, “apa dia memiliki masalah? Atau sesuatu hal yang tak bisa dia katakan kepada orang lain. Mungkin alasan itulah yang membuatnya harus menyendiri di pinggir sungai.”

Belum puas dengan pendapatku itu, aku memikirkan alasan lain yang membuatnya harus berada di pinggir sungai itu. Tidak mungkin seorang gadis yang punya masalah harus menguras tenaganya untuk menyendiri di sungai. Jika aku seorang gadis yang sedang ada masalah tentunya aku akan berdiam diri di kamar dengan diary yang aku tulis setiap harinya.


Maka aku mendapatkan pemikiran yang mungkin sedikit masuk akal untuk dirinya yang memang seorang gadis muda dalam masa pubertas



“Jangan-jangan dia mau bertemu dengan seseorang disana.”


Hal yang wajar memang untuk gadis muda yang kasmaran bertemu dengan seseorang yang dia sukai. Tapi jika kupikirkan tempatnya, dan jika tak ada satupun orang yang tahu tentang pertemuan mereka. Jika dia juga sudah sering ke sungai itu sendirian untuk bertemu maka hanya ada satu hal yang terpikirkan di kepalaku tentang apa yang mereka lakukan.

“Ahh... tidak... tidak! Apa yang aku pikirkan tentang muridku sendiri.”

Aku mengeleng-gelengkan kepalaku sambil menggaruk-garuknya untuk menyingkirkan pikiran negatifku yang sebelumnya. Setelah itu, aku kembali melangkahkan kakiku kembali.

“Yang terpenting sekarang aku harus cepat ke sungai itu, tak ada waktu untuk berpikiran aneh seperti tadi. Saat ini Nadhifa pasti sudah berada disana.”

Setelah cukup lama berjalan, akhirnya aku sampai ke daerah semak yang berada di dekat sungai. Aku ingat kemarin saat aku melewati tumbuhan hijau itu, disana aku langsung bertemu dengan Nadhifa. Namun kali ini sepertinya sedikit berbeda, itu karena aku melihat dia sedang diam berdiri tanpa bergerak sedikitpun. Hanya suara senandung itu saja yang masih kudengar darinya.

“Apa yang dia lakukan? Apa dia tahu aku mengikutinya?”

Setelah beberapa menit, dia kembali berjalan dan melewati semak tersebut. Aku langsung mengikutinya secara perlahan, melewati semak itu hingga akhirnya aku sampai di pinggir sungai berbatu seperti saat kemarin malam.

“Huh!?”

Saat aku melewati semak itu, aku langsung dibuat heran, terkejut dan juga bingung dengan beragam pertanyaan. Nadhifa yang aku lihat sebelumnya tak ada dimanapun di sekitar sungai. Bahkan senandung yang aku dengar juga tiba-tiba berhenti menyisakan keheningan malam saja.

“Kemana dia? Bukankah tadi baru melewati tempat ini?”

Dengan perasaan bingung aku mencoba mencari Nadhifa, namun dia tak aku temukan. Dia tak ada dimanapun di sekitar sungai.

“Ada apa ini? Bagaimana dia bisa menghilang begitu cepat?”

Meski  bingung, aku masih tetap mencari keberadaannya. Saat sedang mencari itu, aku kembali mendengar senandung itu yang suaranya nampak sedikit jauh. Aku mencari sumber suara itu, lalu aku menemukan dia sedang berjalan di atas jembatan yang letaknya tak begitu jauh dari tempatku.


hdwallpapersinn.com


“Dia, jembatan itu. Apa yang ingin dia lakukan disana?”

Jembatan itu adalah jembatan yang aku jumpai saat pertama kali ke desa ini. Disanalah aku melihat seorang gadis yang menjatuhkan dirinya sendiri ke sungai yang ada di bawahnya dan menghilang tanpa jejak. Aku langsung berlari menuju jembatan itu, aku tak memikirkan mungkin saja aku hanya berhalusinasi. Rasa khawatirku membuatku langsung berlari tanpa berpikir terlebih dahulu.

“Nadhifa... Oii...apa yang kau lakukan disana?”

“Nadhifa.”

Aku terus memanggil namanya sambil berlari. Namun dia sama sekali tak menjawab panggilanku. Aku benar-benar yakin bahwa dia Nadhifa, tak mungkin itu orang lain ataupun hanya ilusi.

Aku percepat langkah kakiku, berlari di jalan sedikit menanjak sampai akhirnya aku sudah berada di jembatan. Saat itu Nadhifa sudah berada di tengah jembatan sementara aku baru saja sampai dan mencoba untuk menghampirinya. Aku mengarahkan senterku padanya dan cahaya senterku hanya sampai pada bibirnya yang tersenyum sebelum akhirnya senter itu mati. Sungguh waktu yang sangat tepat untuk mati senterku yang menakjubkan.

“Nadhifa, apa yang mau kau lakukan disini?”

Aku berjalan untuk mendekatinya. Belum sampai aku ke tempatnya, aku lihat dia naik ke atas jembatan lalu menjatuhkan diri ke sungai. Kejadian yang sama seperti saat pertama kali aku sampai di desa ini. Karena panik aku langsung saja berlari untuk melihatnya.

“Nadhifa... Nadhifa.”

Aku berteriak memanggilnya namanya sambil melihat ke bawah jembatan. Dan kejadian seperti waktu itu terulang kembali. Tak ada apapun di bawah sana selain batu-batu besar yang terkena aliran air yang cukup deras.

“Huh, apa ini? Apa aku berhalusinasi?”

Nadhifa tak ada disana, tubuhnya, suara senandung yang kudengar tak ada apapun di bawah jembatan itu. aku benar-benar bingung dengan apa yang terjadi. Tak mungkin itu ilusi, aku sangat yakin bahwa aku mengikuti Nadhifa untuk sampai kesini. Otakku tak bisa berpikir jernih, aku mulai berpikir hal yang tak pernah aku percayai sejak aku kecil. Hantu, mungkinkah itu yang aku lihat?.

Dalam kebingungan itu, samar-samar aku mendengar sesuatu. Sebuah bunyi khas yang berasal dari sebuah besi. Dan saat bunyi itu menghilang, tiba-tiba besi penyanggah yang ada di pinggir jembatan patah dan jatuh kesungai. Aku yang memang sedang bersandar sambil melihat ke bawah juga ikut jatuh bersama besi itu.

Kejadian itu begitu cepat hingga aku yang jatuhpun tak menyadarinya. Hanya gelap yang bisa aku lihat sampai akhirnya dengan samar aku lihat jembatan yang kini sudah berada di atasku.

Kepalaku terasa sangat sakit, tubuhku juga sakit hingga membuatku tak dapat menggerakkannya sama sekali. Aku bisa menduganya, aku mungkin membentur batu besar yang ada di bawah dan besi itu jatuh tepat menimpa tubuhku.

Aku hanya bisa melihat ke arah jembatan di atasku, begitu juga dengan langit malam yang penuh bintang itu. Malam, ya ini malam hari. Mungkin aku sedang bermimpi sekarang, mimpi yang sangat buruk kurasa.

Jika ini mimpi, aku mohon. Siapun tolong bangunkan aku.

“To... long,” hanya itu yang bisa kuucapkan dengan suara yang mungkin tidak terdengar sama sekali.





Memori END

Postingan Populer